PT. Tunas Graha Servindo (TGS) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia layanan untuk jaringan telekomunikasi bergerak. Salah satu bussiness unit yang ada di TGS adalah First Line Maintenance (FLM) yang merupakan penerus program Manage Service Nokia Siemens Network (NSN) yang menangani pemeliharaan jaringan sistem komunikasi seluler GSM “3” milik PT. Hutchison Charoen Pokphan Telecommunication.
Penempatan pimpinan di organisasi TGS adalah top down dari direktur sekaligus pemilik sehingga tidak ada orang eks Siemens/NSN yang menempati posisi yang mempunyai
kewenangan untuk membuat keputusan. Posisi HRD Manager, Project Manager, dan Operation Manager diisi oleh orang dari PT. Tunas Komindo Perkasa, sister company TGS, yang tidak memiliki pengalaman di bidang Information and Communication Technology (ICT). Hal ini diperburuk dengan ketidakmauan HRD Manager, Project Manager, dan Operation Manager untuk meningkatkan kemampuan di bidang ICT dan manajerial sehingga lima fungsi manajemen yang dibebankan kepadanya tidak berjalan. Konsekuensi dari hal tersebut adalah TGS tidak dapat menagih hasil kerjanya tepat waktu sehingga perusahaan tidak mampu
membayar gaji karyawannya tepat waktu. Terjadinya permasalahan operasional merupakan dampak dari permasalahan manajerial sehingga akar dari permasalahan di TGS berada pada level manajerial yaitu ketidakmauan dari manajer level menengah dan atas untuk merubah cara
menjalankan proyek First Line Maintenance.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diterapkan manajemen perubahan kepada HRD Manager, Project Manager, dan Operation Manager. Tantangan terbesar untuk menerapkan manajemen perubahan di TGS adalah adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan ini dilihat oleh manajer level bawah, pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dimulai dari pengidentifikasian resistensi individu, penerapan manajemen perubahan terencana dengan menggunakan model perubahan Kurt Lewin, dan usaha untuk mengurangi resistensi individu. Apabila manajemen perubahan bagi individu sudah diterapkan, diharapkan semua level manajer bisa mulai untuk melakukan manajemen perubahan pada sistem yang berlaku di perusahaan sehingga lima fungsi manajemen bisa dijalankan. Rancangan standar proses kerja bagi tim FLM harus segera dibuat dan dijadikan peraturan perusahaan sehingga mempermudah tugas manajer untuk melakukan kontrol pekerjaan dan melakukan justifikasi pada saat rapat mingguan dan bulanan dengan NSN Regional Maintenace Center Area Manager.
Penelitian yang dilakukan menghasilkan langkah penerapan manajemen perubahan bagi individu dan usulan standardisasi proses kerja bagi tim FLM adalah salah satu realisasi manajemen perubahan bagi sistem yang ada di perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan untuk diterapkan sehingga dapat mengurangi denda yang diterima perusahaan atas kegagalannya memenuhi persyaratan Service Level Agreement dari NSN dan menghindarkan perusahaan dari krisis keuangan seperti yang dihadapi saat ini.