Tepung terigu merupakan salah satu alternatif pangan yang menjadi bahan dasar untuk rumah tangga bahkan sektor usaha industri besar hingga unit usaha kecil. Di Indonesia saat ini, tepung terigu menjadi sumber bahan pangan karbohidrat kedua setelah beras. Jumlah penduduk yang semakin meningkat diimbangi pula dengan peningkatan konsumsi per kapita masyarakat Indonesia akan tepung terigu dan apabila tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi maka akan terjadi kekurangan pada masa yang akan datang. Pada saat ini terdapat 13 produsen lokal tepung terigu dengan kapasitas total mencapai 8 juta ton per tahun. Lokasi pabrik tepung terigu saat ini tersebar sebagian besar di Kawasan Barat Indonesia sedangkan lokasi permintaan terdapat di seluruh provinsi di Indonesia. Pada kondisi sekarang ini, kebutuhan tepung terigu nasional dapat dipenuhi oleh produsen lokal yang ada dan dibantu dengan impor. Kawasan Timur Indonesia meliputi 12 provinsi yang tersebar pada Pulau Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua. Jumlah pabrik yang sangat minim di Kawasan Timur Indonesia yaitu hanya 1 buah pabrik di Provinsi Sulawesi Selatan (Makassar) dikhawatirkan tidak dapat memenuhi permintaan tepung terigu untuk wilayah tersebut sedangkan permintaan akan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, jika tidak diimbangi dengan penambahan pabrik baru di Kawasan Timur Indonesia, maka kekurangan akan dipenuhi dengan memasok dari Kawasan Barat Indonesia atau dari impor. Panjangnya jalur distribusi tepung terigu dari produsen ke konsumen menimbulkan masalah lain yaitu terjadinya dispasritas harga yang cukup signifikan antara Kawasan Barat dan Timur Indonesia akibat dari biaya pendistribusian yang mahal. Penelitian tentang pendirian pabrik baru tepung terigu ini dikonsentrasikan pada Kawasan Timur Indonesia. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dua model yaitu model Y Hinojasa, et al (2000) dan model Fulya Altiparmak, et al (2007), dimana hasil akhirnya adalah penentuan jumlah dan lokasi pabrik baru tepung terigu berdasarkan minimasi biaya total supply chain yang meliputi total biaya pabrik, total biaya depot, dan total biaya transportasi. Untuk perhitungan biaya transportasi, digunakan pendekatan penelitian yang dikembangkan oleh Archetti, et al (2006) dan kemudian ditentukan rute distribusi tepung terigu dengan menggunakan metode split delivery vehicle routing problem. Dalam penelitian ini terdapat 1 lokasi pabrik yang sudah pasti yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan dengan kecepatan produksi 750.000 ton/tahun, 5 calon lokasi pabrik, dan 12 lokasi depot yang tersebar di Kawasan Timur Indonesia. Berdasarkan hasil uji coba model dengan menggunakan perangkat lunak Delphi 2007, diperoleh bahwa hasil yang paling optimal untuk memenuhi permintaan tepung terigu hingga tahun 2025 mendatang adalah pendirian tambahan 2 lokasi pabrik baru tepung terigu di Provinsi Maluku dan Provinsi Papua dengan kecepatan produksi masing-masing 106.000 ton/tahun dan 64.000 ton/tahun. Total biaya supply chain yang dihasilkan dari solusi ini adalah Rp.8.088.855.266.523,43/tahun.