Teori pembangunan tahun 1950-1n dan 1960-an berasumsi bahwa negara sedang berkembang terperangkap oleh lingkaran setan kemiskinan. Karena pendapatan perkapita rendah, tabungan rendah dan investasi-pun rendah sehingga harapan terjadinya pertumbuhan pendapatan nasional di masa yang akan datang, kecil. Bantuan asing bagi negara sedang berkembang dipandang sebagai salah satu cara melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan. Oleh sebab itu banyak negara berkembang, termasuk pemerintah Indonesia, meminjam dari luar negeri untuk bisa menutupi defisit anggarannya dan menganggap cara tersebut merupakan jalan pintas mempercepat pertumbuhan ekonoini. Namun setelah lebih dari 30 tahun kebijakan itu dijalankan, temyata utang luar negeri memberatkan pemerintah Indonesia, terutama karena terbatasnya kemampuan pemerintah untuk membayar utang-utang tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengenali struktur utang luar negeri pemerintah dalam penganggaran keuangan di Indonesia serta untuk mengetahui faktor-faktor mana yang berpengaruh buruk pada perekonomian Indonesia, dan berupaya melacak arah kebijakan pengelolaan utang luar negeri sehingga mampu mempertahankan pertumbuhan pada tingkat yang wajar. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis masalah yang dikaji adalah metode system dynamics, dengan memodelkan keuangan pemerintah, utang pemerintah dan investasi pemerintah.
Strategi yang diujikan yaitu kebijakan melakukan reschedulling (penjadwalan kembali) utang luar negeri, kebijakan untuk menata kinerja BUMN, pilihan melakukan default atas sebagian utang yang ada, serta kebijakan gabungan untuk menata BUMN agar menguntungkan, memaksimalkan pendapatan dalam negeri dengan memaksimalkan potensi dalam negeri (pajak dan pendapatan minyak). Keempat strategi tersebut pada dasamya bertujuan untuk memilih alternatif yang bisa mengurangi beban utang luar negeri dalam jangka panjang. Semua strategi tersebut diuji dalam dua keadaan, yaitu jika ketersediaan dana internasional tidak terbatas, dan jika pinjaman yang bisa diberikan dunia internasional terbatas.
Hasil simulasi memperlihatkan bahwa jika dana pinjaman tersedia tidak terbatas maka pemerintah bisa selalu mengejar target pertumbuhan, tetapi akan terjadi kesenjangan yang terus melebar antara keuangan yang ada dengan pengeluaran yang diperlukan. Artinya, pertumbuhan yang terjadi benar-benar ditopang oleh utang luar negeri. Default bukanlah pilihan terbaik meski bisa mengurangi beban pemerintah. Melakukan reschedulling hanya akan menggeser peningkatan pembayaran utang, tetapi untuk jangka panjang tetap akan menyebabkan beban pemerintah menjadi Iebih tinggi. Strategi yang berupaya memaksimalkan sumber-sumber dalam negeri (minyak, pajak dan BUMN) ternyata bisa mengurangi kebutuhan pinjaman oleh pemerintah, dan dengan demikian meningkatkan kemampuan pemerintah untuk mengembalikannya. Disamping itu pertumbuhan ekonomi yang terjadi relatif lebih baik dibandingkan dengan perilaku pertumbuhan dalam strategi lainnya.