digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-COVER.pdf

File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-BAB 1.pdf
File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-BAB 2.pdf
File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-BAB 3.pdf
File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-BAB 4.pdf
File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-BAB 5.pdf
File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-BAB 6.pdf
File tidak tersedia

2008 TS PP HERMANTO SALIMAN 1-PUSTAKA.pdf
File tidak tersedia

Indonesia mempunyai banyak sumberdaya energi, salah satunya batubara peringkat rendah. Untuk memenuhi kebutuhan dan keaneka-ragaman energi dalam negeri, batubara peringkat rendah sudah waktunya untuk dikembangkan dan dimanfaatkan. Sumber daya batubara di Indonesia cukup besar, terutama di Sumatera dan Kalimantan, dari sumber daya tersebut merupakan batubara peringkat rendah sebesar 24 %. Pada pengusahaan batubara peringkat rendah terbatas pada harga yang relatif murah, sedangkan biaya produksi relatif sama dengan biaya produksi batubara peringkat diatasnya. Selain itu jarak angkut batubara dari lokasi tambang ke konsumen sangat mempengaruhi biaya produksi, sehingga harga pokok produksi menjadi relatif tinggi. Salah satu alternatif pemanfaatan batubara peringkat rendah adalah sebagai bahan bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Lokasi PLTU dapat dibangun dekat lokasi tambang (mine mouth power plant) sehingga jarak angkut batubara menjadi lebih pendek. Bentuk kegiatan pengusahaan diatas mengeluarkan biaya termasuk pembayaran kepada negara berupa pajak dan bukan pajak, yang menjadi harga pokok. Sesuai dengan undang-undang tentang energi diatas harga energi listrik ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian yang berkeadilan, yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mendorong pengusahaan energi berupa PLTU mulut tambang batubara peringkat rendah perlu dilakukan kajian bentuk-bentuk pengusahaan diatas dengan cara mengkaji model keekonomiannya, baik dari sudut perusahaan maupun kebijakan fiskal berupa pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat yang bertujuan mencapai nilai keekonomian yang berkeadilan. Hasil kajian menunjukan model perusahaan tambang batubara terpisah dengan PLTU, maka keekonomian PLTU tergantung pada harga batubara, baik karena kenaikan biaya produksi tambang batubara maupun harga pasar. Model perusahaan energi keekonomiannya lebih stabil, karena harga batubara menggunakan harga pokok dan adanya pengurangan pada sistem pajak (PPh pertambangan). Selain itu pendapatan negara dari iuran produksi (royalty) dan pajak relatif sama.