Shale merupakan material yang melimpah di berbagai wilayah Indonesia, salah satunya wilayah Purwakarta, Cisomang. Namun karakteristiknya yang sangat sensitif terhadap perubahan kadar air membuat material ini kurang stabil apabila digunakan langsung sebagai material timbunan. Perubahan kadar air pada shale dapat memicu kembang-susut yang besar, sehingga diperlukan suatu sistem pengendalian kadar air untuk menjaga tanah tetap stabil. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seberapa efektif sistem hydrophobic gravel barrier baik pada kondisi ventilated maupun unventilated dalam mengontrol perubahan kadar air shale pada berbagai variasi muka air tanah (MAT) mulai dari 5 hingga 120 cm.
Pengujian dilakukan menggunakan kolom kapilaritas elemental selama ±60–200 hari dan diverifikasi melalui analisis numerik SEEP/W menggunakan kurva karakteristik tanah–air (SWCC) hasil regresi laboratorium. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa barrier hydrophobic gravel–ventilated adalah konfigurasi paling efektif. Pada kondisi ini, kenaikan kadar air shale (?w) berada pada rentang 0.1–1.3%, meskipun MAT dinaikkan sampai 120 cm. Pada hydrophobic–unventilated, kenaikan kadar air meningkat menjadi 0.4–1%, sedangkan pada gravel uncoated–unventilated, perubahan kadar air jauh lebih besar, dengan ?w mencapai 8.7%. Hal ini menunjukkan bahwa sifat hidrofobik pada barrier dapat meminimalisir kapilaritas, sementara ventilasi mencegah akumulasi uap air yang dapat memperbesar kadar air shale.
Secara keseluruhan, kombinasi hydrophobic coating dan ventilasi mampu menjaga kadar air shale tetap rendah dan stabil. Dengan metode yang tepat, shale berpotensi aman dan layak untuk dimanfaatkan sebagai material timbunan, sekaligus memberikan alternatif material yang lebih ekonomis pada proyek konstruksi.
Perpustakaan Digital ITB