digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak - JULIUS
PUBLIC Open In Flipbook Irwan Sofiyan

Jembatan rangka baja merupakan salah satu pilihan konstruksi yang banyak diaplikasikan di berbagai wilayah Indonesia. Dalam struktur jembatan rangka baja, sambungan memiliki peran krusial untuk menjaga integritas antar elemen rangka sehingga mampu menahan beban secara optimal. Permasalahan yang sering muncul pada jembatan di Indonesia adalah terkait pengencangan baut, yang umumnya disebabkan oleh efek getaran dari beban yang bekerja pada struktur jembatan ataupun kelalaian saat konstruksi. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa semakin tinggi pengencangan baut pada jembatan rangka baja, semakin besar frekuensi natural dan kekakuan strukturalnya; sebaliknya lendutan semakin kecil (Andreas et al., 2017; Suharto et al., 2017). Studi Xue et al. (2021) menemukan penurunan kekakuan aksial sambungan plat splais yang terdiri dari 6 baut dari 257,23 kN/mm menjadi 204,06, 164,97, dan 115,76 kN/mm saat jumlah baut yang tidak dikencangkan penuh bertambah dari 0 ke 2, 4, dan 5 Pada penelitian ini akan dibahas perilaku jembatan rangka baja apabila terdapat variasi jumlah baut yang tidak dikencangkan penuh pada sambungannya. Analisis kekakuan sambungan dilakukan menggunakan bantuan software berbasis finite element yaitu Idea Statica. Variasi jumlah baut tidak kencang penuh kemudian disebut sebagai persentase tingkat slip, semakin banyak jumlah baut yang tidak kencang maka persentase tingkat slip berkurang. Efek penurunan kekakuan ini diaplikasikan pada model struktur jembatan dengan modifikasi nilai kekakuan parsial untuk end releases dari elemen-elemen yang ditinjau. Pemodelan dan analisis struktur jembatan menggunakan software SAP2000. Hasil analisis kekakuan menunjukkan bahwa terdapat penurunan kekakuan seiring dengan bertambahnya jumlah baut tidak kencang penuh dari tingkat slip 100% hingga 60%. Pada elemen bottom chord di bentang tengah, rata-rata penurunan kekakuan aksial dari tingkat slip 100% ke 90% hingga 60% secara berturut-turut yaitu 26,99%, 35,15%, 48,14% dan 52,30%, serta pada elemen top chord secara berturut-turut yaitu 18,22%, 24,47%, 35,30% dan 41,70%. Selain itu, posisi baut yang tidak kencang penuh pada konfigurasi pembautan juga berpengaruh pada kekakuan. Pada elemen bottom chord di bentang tengah, rata-rata perbedaan kekakuan aksial akibat posisi baut pada tingkat slip 90% hingga 60% secara berturut-turut yaitu 15,17%, 7,65%, 16% dan 7,06%, serta pada elemen top chord secara berturut-turut yaitu 8,39%, 7,85%, 9,11% dan 8,32%. Dari hasil analisis struktur, didapati penurunan frekuensi natural dari 1,461 Hz ke 1,438 Hz dari tingkat slip 100% ke 60%. Lendutan izin serta kapasitas slip sambungan batang tarik terlampaui untuk tingkat slip 80% ke bawah. Sementara itu, analisis fatik menunjukkan bahwa elemen kritis masih berada pada umur fatik tak hingga untuk setiap tingkat slip.