digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Listrik merupakan kebutuhan mendasar bagi peningkatan ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Meski demikian, masih banyak wilayah terpencil di Indonesia yang belum terjangkau jaringan listrik nasional. Salah satunya adalah perumahan karyawan perkebunan sawit di Kabupaten Muara Tebo, Provinsi Jambi, yang hingga kini bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Ketergantungan ini menimbulkan permasalahan serius berupa biaya operasional tinggi akibat volatilitas harga bahan bakar serta emisi gas rumah kaca yang berlawanan dengan target Net Zero Emission (NZE) Indonesia 2060. Perluasan jaringan PLN ke lokasi penelitian juga tidak layak secara finansial, karena biaya investasi sangat besar dan periode pengembalian melebihi 20 tahun. Kondisi tersebut menegaskan kebutuhan solusi elektrifikasi berbasis energi terbarukan yang lebih andal, efisien, dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan merancang sistem hibrida Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), PLTD, dan Battery Energy Storage System (BESS) untuk menyediakan pasokan listrik 24 jam di lokasi penelitian. Metodologi yang digunakan bersifat terintegrasi menggunakan tiga perangkat lunak utama. Pertama, PVSyst digunakan untuk menganalisis potensi surya dan merancang sistem PLTS berdasarkan data iradiasi SolarGIS untuk Desa Sungai Keruh. Kedua, HOMER Pro digunakan untuk evaluasi tekno-ekonomi dan optimasi konfigurasi sistem dengan empat skenario: (1) PLTD eksisting, (2) hibrida PLTD–PLTS, (3) hibrida PLTD–PLTS–BESS, dan (4) PLTS–BESS. Evaluasi meliputi Levelized Cost of Energy (LCOE), Net Present Cost (NPC), fraksi energi terbarukan, dan total emisi CO2. Ketiga, dari keempat skenario dilakukan penilaian untuk mendapat nilai terbaik, dan skenario dengan nilai terbaik akan dilanjutkan analisis dengan menggunakan perangkat lunak DIgSILENT PowerFactory untuk analisis aliran daya, simulasi operasi harian quasi-dynamic, dan simulasi RMS guna menguji keandalan sistem terhadap gangguan kritis. Hasil analisis menunjukkan Skenario 3 (PLTD–PLTS–BESS) sebagai konfigurasi paling optimal. Skenario 1 menghasilkan LCOE sebesar, 0,371 USD/kWh, dengan emisi CO2 tahunan 483.196 kg, sehingga tidak berkelanjutan dan menghasilkan polusi CO2 terbesar selama setahun. Skenario 2 mampu menurunkan LCOE menjadi 0,319 USD/kWh, namun menghasilkan kelebihan energi hingga 43% karena tidak adanya penyimpanan. Skenario 4 (PLTS–BESS) tidak andal secara teknis karena kapasitas penyimpanan tidak mencukupi untuk suplai malam hari dan dilakukan optimasi dengan cara mengubah kapasitas BESS namun menghasilkan LCOE yang lebih tinggi disbanding PLTD sebagai base case. Sebaliknya, Skenario 3, dengan konfigurasi optimal PLTS 493 kWp, BESS 1.300 kWh, dan PLTD eksisting, menghasilkan LCOE terendah 0,2667 USD/kWh, NPC 1.872.781 USD, serta fraksi energi terbarukan 81,1%. Kehadiran BESS terbukti penting untuk menyerap surplus energi siang hari dan mendukung kebutuhan malam hari, sehingga jam operasi PLTD berkurang signifikan dan emisi CO2 turun 81% menjadi 92.669 kg/tahun. Validasi stabilitas dinamik memperkuat hasil tersebut. Simulasi quasi-dynamic memperlihatkan koordinasi yang baik antara PLTS, BESS, dan PLTD dalam melayani beban 24 jam. Sementara simulasi RMS terhadap pelepasan daya PLTS akibat tertutup awan menunjukkan sistem tetap stabil. Deviasi frekuensi berada dalam rentang ±0,0012 Hz dari nominal 50 Hz, dan tegangan cepat kembali ke kondisi normal. Hal ini membuktikan kemampuan BESS tidak hanya sebagai penyimpan energi, tetapi juga penopang frekuensi dan tegangan sistem. Kebaruan penelitian ini terletak pada penerapan integrasi perangkat lunak yang menghasilkan pendekatan komprehensif dari sisi teknis, ekonomi, dan stabilitas dinamik, dengan studi kasus spesifik elektrifikasi di perumahan karyawan perkebunan sawit di Desa Sungai Keruh, Kabupaten Muara Tebo, Provinsi Jambi, Indonesia. Penelitian ini memberikan kontribusi ilmiah berupa model desain sistem off-grid yang tervalidasi, sekaligus rekomendasi praktis bagi PLN maupun pihak swasta untuk pengembangan elektrifikasi pedesaan yang efisien, berkelanjutan, dan mendukung agenda transisi energi nasional.