digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
Terbatas  Dewi Supryati
» Gedung UPT Perpustakaan

Sayurbox Hub Lembang menghadapi tantangan manajemen inventori untuk produk mudah rusak dalam melayani customer B2B yang menyumbang 60% total pendapatan. Kesenjangan waktu antara penerimaan purchase order final dan jadwal pengiriman memaksa pembelian last minute harian, mengakibatkan kerugian finansial 10-20% dari profit penjualan akibat waste dan reject tinggi. Ketidakpastian waktu tenggat dari supplier yang tidak selalu dapat mengirimkan pesanan secara penuh menyebabkan gangguan kontinuitas pasokan dan memperburuk pembelian last minute, sementara kebijakan inventori saat ini hanya digunakan untuk menyimpan sisa PO, bukan sebagai safety stock untuk kebutuhan mendadak, walaupun sudah menerapkan strategi FEFO (First-Expired-First-Out). Penelitian ini menggunakan adaptasi model two-stage stochastic mixed-integer linear programming (MILP) dengan mengembangkan kebijakan inventori (s,S) yang menentukan reorder point dan order up to level optimal, serta mempertahankan strategi FEFO untuk produk perishable. Ketidakpastian supplier dimodelkan probabilistik menggunakan distribusi Bernoulli berdasarkan data historis reliabilitas pengiriman penuh, sedangkan skenario permintaan dibentuk melalui klasifikasi statistik yang tervalidasi sesuai karakteristik data Sayurbox tanpa pola temporal. Pendekatan solusi mengombinasikan Optimasi Grid Search dan Simulasi Monte Carlo untuk evaluasi sistematis setiap kombinasi kebijakan dalam kondisi ketidakpastian waktu tenggat. Implementasi kebijakan inventori (s,S) dengan strategi FEFO berhasil mempertahankan service level di atas 98,7% untuk semua produk meskipun turun dari kondisi eksisting 100%, dengan pencapaian tertinggi Sawi Putih (100%), Tomat Merah (99,9%), dan Timun (99,3%). Waste rate mengalami penurunan signifikan pada 5 dari 8 produk: Kol Putih menurun 92% (3,9% menjadi 0,3%), Selada Iceberg menurun 87% (8,3% menjadi 1,1%), Sawi Putih menurun 76% (9,6% menjadi 2,3%), Tomat Merah menurun 58% (3,1% menjadi 1,3%), dan Timun menurun 44% (3,2% menjadi 1,8%). Dampak finansial menunjukkan tujuh produk menghasilkan penghematan total Rp 508,8 juta per tahun, dengan kontribusi terbesar Sawi Putih (Rp 200,7 juta) dan Tomat Merah (Rp 147,5 juta), namun Selada Iceberg mengalami peningkatan biaya Rp 31,9 juta karena holding cost tinggi.