digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Protease HIV merupakan salah satu target utama dalam Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) penyakit AIDS. Obat yang saat ini telah diakui FDA sebagai inhibitor protease HIV adalah Darunavir. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Darunavir memiliki dua mode aksi, yaitu mengikat sisi aktif pada bentuk dimer dan mencegah proses dimerisasi dengan berikatan pada monomer. Pengembangan obat HIV baru diperlukan sebagai respons akan meningkatnya resistensi virus terhadap terapi yang tersedia. Hal ini mendorong eksplorasi kandidat senyawa baru dengan mekanisme kerja alternatif seperti inhibisi dimerisasi protease HIV. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan penapisan senyawa bahan alam khususnya dari tanaman obat Indonesia yang berpotensi sebagai alternatif inhibitor dimerisasi protease HIV. Penapisan senyawa dilakukan secara in silico dengan analisis karakteristik farmakokimia senyawa berdasarkan standar ADMETLab 2.0 serta penilaian skor afinitas pengikatan melalui simulasi molecular docking menggunakan AutoDock Vina. Sebanyak 465 senyawa diseleksi berdasarkan kriteria kelayakan farmakokimia dan profil ADMET, kemudian 50 senyawa dengan skor terbaik dipilih untuk dianalisis lebih lanjut melalui molecular docking. Docking dilakukan antara ligan dengan reseptor molekul dimer protease HIV (PDB ID: 3OXC) pada sisi aktif dan monomer protease HIV (PDB ID: 1HHP) secara Blind docking. Senyawa terbaik hasil uji molecular docking dikonfirmasi dengan uji in vitro Dimer-Based Screening System (DBSS) HIV yang telah dikembangkan sebelumnya. Senyawa terpilih diujikan dalam bentuk senyawa murni dan carbon dots (CDs) yang disintesis menggunakan metode hidrotermal. Hasil in silico menunjukkan, dari 50 senyawa yang diujikan, afinitas pengikatan yang kuat terhadap reseptor 3OXC dan 1 HHP berturut-turut ditemukan pada Darunavir (-11,1 kcal/mol, -7,4 kcal/mol), Cassyfiline (-9,7 kcal/mol, -7,4 kcal/mol), Ocoteine (-9,6 kcal/mol, -7,3 kcal/mol), Nuciferine (-10,3 kcal/mol, -7,3 kcal/mol), dan Curcumin (-9,9 kcal/mol, -6,2 kcal/mol). Senyawa yang dianalisis lebih lanjut pada in vitro DBSS adalah Nuciferine, Nuciferine CDs, Curcumin, Curcumin CDs, dan Pyrrolic CDs. Analisis DBSS difokuskan pada Nuciferine dan Curcumin, yang dipilih berdasarkan afinitas pengikatan yang tinggi, ketersediaan bahan yang memadai, serta dukungan literatur terkait aktivitas antivirusnya. Kedua senyawa tersebut kemudian dimodifikasi menjadi carbon nanodots (Nuciferine CDs dan Curcumin CDs) untuk meningkatkan bioavailabilitas, dan turut diuji DBSS dengan Pyrrolic CDs sebagai kontrol tanpa prekursor bahan alam. Analisa docking terhadap model struktur Nuciferine CDs tidak dapat dilakukan karena struktur molekul dari Nuciferine CDs belum tersedia. Sementara analisa docking terhadap model struktur Curcumin CDs (amino, graphitic, pyrridinic, dan pyrrolic) pada molekul dimer menghasilkan nilai afinitas pengikatan yang positif akibat konformasi ligan dan reseptor yang diujikan tidak memungkinkan membentuk ikatan pada sisi aktif dimer. Akan tetapi potensi besar Curcumin CDs sebagai inhibitor protease HIV dikonfirmasi melalui docking dengan monomer (-9,4 sampai -10,1 kcal/mol). Hasil ini didukung dengan uji in vitro DBSS yang menunjukkan senyawa dengan kemampuan inhibisi dimerisasi tertinggi (nilai fluoresensi relatif), yaitu Nuciferine CDs (2473,31 RFU), Curcumin CDs 160 (2152,63 RFU), dan Curcumin CDs 200 (1979,77 RFU) pada konsentrasi 10 ppm. Dapat disimpulkan bahwa metode molecular docking dan DBSS berhasil menunjukkan kemampuan penghambatan dimerisasi protease HIV pada kandidat senyawa terpilih.