Protease HIV merupakan salah satu target utama dalam Highly Active
Antiretroviral Therapy (HAART) penyakit AIDS. Obat yang saat ini telah diakui
FDA sebagai inhibitor protease HIV adalah Darunavir. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa Darunavir memiliki dua mode aksi, yaitu mengikat sisi aktif
pada bentuk dimer dan mencegah proses dimerisasi dengan berikatan pada
monomer. Pengembangan obat HIV baru diperlukan sebagai respons akan
meningkatnya resistensi virus terhadap terapi yang tersedia. Hal ini mendorong
eksplorasi kandidat senyawa baru dengan mekanisme kerja alternatif seperti
inhibisi dimerisasi protease HIV. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
penapisan senyawa bahan alam khususnya dari tanaman obat Indonesia yang
berpotensi sebagai alternatif inhibitor dimerisasi protease HIV. Penapisan senyawa
dilakukan secara in silico dengan analisis karakteristik farmakokimia senyawa
berdasarkan standar ADMETLab 2.0 serta penilaian skor afinitas pengikatan
melalui simulasi molecular docking menggunakan AutoDock Vina. Sebanyak 465
senyawa diseleksi berdasarkan kriteria kelayakan farmakokimia dan profil
ADMET, kemudian 50 senyawa dengan skor terbaik dipilih untuk dianalisis lebih
lanjut melalui molecular docking. Docking dilakukan antara ligan dengan reseptor
molekul dimer protease HIV (PDB ID: 3OXC) pada sisi aktif dan monomer
protease HIV (PDB ID: 1HHP) secara Blind docking. Senyawa terbaik hasil uji
molecular docking dikonfirmasi dengan uji in vitro Dimer-Based Screening System
(DBSS) HIV yang telah dikembangkan sebelumnya. Senyawa terpilih diujikan
dalam bentuk senyawa murni dan carbon dots (CDs) yang disintesis menggunakan
metode hidrotermal. Hasil in silico menunjukkan, dari 50 senyawa yang diujikan,
afinitas pengikatan yang kuat terhadap reseptor 3OXC dan 1 HHP berturut-turut
ditemukan pada Darunavir (-11,1 kcal/mol, -7,4 kcal/mol), Cassyfiline (-9,7
kcal/mol, -7,4 kcal/mol), Ocoteine (-9,6 kcal/mol, -7,3 kcal/mol), Nuciferine (-10,3
kcal/mol, -7,3 kcal/mol), dan Curcumin (-9,9 kcal/mol, -6,2 kcal/mol). Senyawa
yang dianalisis lebih lanjut pada in vitro DBSS adalah Nuciferine, Nuciferine CDs,
Curcumin, Curcumin CDs, dan Pyrrolic CDs. Analisis DBSS difokuskan pada
Nuciferine dan Curcumin, yang dipilih berdasarkan afinitas pengikatan yang tinggi,
ketersediaan bahan yang memadai, serta dukungan literatur terkait aktivitas
antivirusnya. Kedua senyawa tersebut kemudian dimodifikasi menjadi carbon
nanodots (Nuciferine CDs dan Curcumin CDs) untuk meningkatkan
bioavailabilitas, dan turut diuji DBSS dengan Pyrrolic CDs sebagai kontrol tanpa
prekursor bahan alam. Analisa docking terhadap model struktur Nuciferine CDs
tidak dapat dilakukan karena struktur molekul dari Nuciferine CDs belum tersedia.
Sementara analisa docking terhadap model struktur Curcumin CDs (amino,
graphitic, pyrridinic, dan pyrrolic) pada molekul dimer menghasilkan nilai afinitas
pengikatan yang positif akibat konformasi ligan dan reseptor yang diujikan tidak
memungkinkan membentuk ikatan pada sisi aktif dimer. Akan tetapi potensi besar
Curcumin CDs sebagai inhibitor protease HIV dikonfirmasi melalui docking
dengan monomer (-9,4 sampai -10,1 kcal/mol). Hasil ini didukung dengan uji in
vitro DBSS yang menunjukkan senyawa dengan kemampuan inhibisi dimerisasi
tertinggi (nilai fluoresensi relatif), yaitu Nuciferine CDs (2473,31 RFU), Curcumin
CDs 160 (2152,63 RFU), dan Curcumin CDs 200 (1979,77 RFU) pada konsentrasi
10 ppm. Dapat disimpulkan bahwa metode molecular docking dan DBSS berhasil
menunjukkan kemampuan penghambatan dimerisasi protease HIV pada kandidat
senyawa terpilih.
Perpustakaan Digital ITB