2022_TS_PP_Vernida Mufidah_1-Abstrak.pdf
]
PUBLIC Yose Ali Rahman Vernida Mufidah - Chapter 1.pdf
]
PUBLIC Yose Ali Rahman Vernida Mufidah - Chapter 2.pdf
]
PUBLIC Yose Ali Rahman Vernida Mufidah - Chapter 3.pdf
]
PUBLIC Yose Ali Rahman Vernida Mufidah - Chapter 4.pdf
]
PUBLIC Yose Ali Rahman
Kebutuhan LPG untuk Indonesia Timur dari tahun ke tahun semakin meningkat, saat ini
kebutuhan tersebut dipasok oleh Ship to Ship (STS) di Kalbut, Jawa Timur yang
menimbulkan biaya tinggi karena jauhnya jarak antara terminal dan titik tujuan di Kalimantan
Timur dan Sulawesi. Selain itu, di STS tidak terdapat fasilitas blending, oleh karena itu proses
blending dilakukan di titik tujuan. PT Badak NGL atau Badak LNG yang berlokasi di
Kalimantan Timur memiliki fasilitas penyimpanan LPG dan jetty yang dapat dimanfaatkan
untuk menjadi hub LPG untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia Timur. Proyek ini akan
membangun Terminal Hub LPG di Kalimantan Timur dengan skema bisnis Build, Operate
and Own (BOO) dan umur proyek 10 tahun. Biaya proyek dibagi menjadi Belanja Modal
(CAPEX) dan Belanja Operasional (OPEX). Total biaya untuk Belanja Modal adalah 295
Miliar Rupiah. Sedangkan OPEX akan dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
variabel ini tergantung pada volume LPG yang akan diproses.
Untuk menganalisis lingkungan bisnis, analisis faktor eksternal dilakukan dengan
menggunakan PESTLE untuk mengidentifikasi kelayakan proyek berdasarkan politik,
ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan lingkungan. Sedangkan hasil analisis SWOT
menunjukkan bahwa ancaman untuk proyek ini adalah biaya pemrosesan yang kompetitif dan
biaya pemeliharaan dan operasi yang tinggi. Oleh karena itu bisnis LPG Hub sangat
menggiurkan, namun biayanya tinggi dan biaya pemrosesannya harus kompetitif agar proyek
tersebut layak.
Analisis proyek investasi dilakukan untuk menentukan biaya pemrosesan dan batasan volume
agar proyek dapat berjalan. Biaya investasi dan operasional akan diidentifikasi dengan
menggunakan data primer dan data sekunder. Dari volume LPG yang diproses, pendapatan
akan dihasilkan dari pembayaran biaya pemrosesan. Untuk kriteria kelayakan proyek, digunakan teknik penganggaran modal seperti NPV, IRR, payback period, dan indeks
profitabilitas.
Berdasarkan model keuangan, proyek ini layak dijalankan dengan IRR 18,87%, NPV Rp
368.376.211.074, indeks profitabilitas 6,42, dan payback period 5,9 tahun. Hasil ini
diasumsikan untuk biaya pemrosesan 11,9 USD/MT dan 707.000 MT/tahun, skenario
pendanaan adalah 80% hutang dan 20% ekuitas. Komponen yang paling mempengaruhi
proyek berdasarkan analisis adalah biaya pemrosesan, volume LPG, tingkat bunga, biaya
pemeliharaan dan gaji. Terhadap komponen tersebut, pengukuran risiko dilakukan dan
mengakibatkan keterlambatan waktu proyek dan regulasi penggunaan energi sebagai risiko
tertinggi. Untuk memitigasi proyek yang tertunda, komitmen manajemen dan pemantauan
proyek diperlukan untuk memastikan jadwal proyek tepat waktu. Sedangkan untuk
memitigasi perubahan regulasi penggunaan energi, berlaku perjanjian kontrak panjang untuk
durasi proyek.
Berdasarkan analisis sensitivitas dan skenario, harga dan volume merupakan faktor yang
paling sensitif yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan proyek. Untuk mengakomodasi
hal ini, strategi take or pay akan diterapkan untuk menentukan biaya pemrosesan dan batasan
volume. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pemrosesan terendah adalah 10 USD/MT
dengan batasan volume LPG 707.000 MT/tahun. Sedangkan batasan volume LPG untuk
menjalankan proyek ini adalah 500.000 MT/tahun dengan biaya pemrosesan 11,9 USD/MT.
Jika volume LPG kurang dari 500.000 MT/tahun, proyek tidak layak untuk dijalankan.