digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Sitti Hadijah Sabarwati
PUBLIC Latifa Noor

Keanekaragaman hayati laut yang tinggi meliputi tumbuhan, hewan dan mikroorganisme menjadikannya sebagai sumber metabolit sekunder dibanding terestrial. Adanya penemuan obat pertama kali dari laut yaitu sitarabin (Cytosar-U®) yang digunakan sebagai obat antikanker, dan vidarabin (Vira-A®) sebagai obat antivirus yang dihasilkan oleh spons, serta sefalosporin yaitu obat antibiotik yang dihasilkan dari jamur laut mendorong peneliti untuk melakukan kajian kimia pada berbagai jenis organisme laut, salah satunya adalah jamur endofitik laut. Jamur endofitik adalah jamur yang hidup pada jaringan internal tumbuhan atau hewan sebagai inangnya tanpa menyebabkan penyakit. Jamur endofitik yang terdapat pada jaringan internal spons memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan spons dan jamur endofitik tersebut dapat memproduksi dan merekayasa berbagai metabolit sekundernya yang berguna bagi spons untuk mempertahankan diri terhadap predator dan faktor lingkungan laut. Aspergillus adalah salah satu genus dari jamur endofitik yang terdapat pada spons. Kajian kimia pada genus Aspergillus melaporkan adanya kandungan senyawa golongan fenolik, seperti alkaloid, kuinon, turunan dimer nafto-?-piron, dan peptida maupun golongan senyawa non fenolik seperti terpen, steroid, dan asam lemak. Sejumlah metabolit sekunder tersebut memiliki bioaktivitas yang penting dan beragam, di antaranya seperti sitotoksik, antibakteri, antijamur, antimalaria, antioksidan dan penghambat enzim. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati laut dan mikroorganisme yang tertinggi di dunia memberi peluang kepada para peneliti kimia untuk mengkaji kandungan senyawa kimia dari jamur endofitik pada organisme laut tersebut. Selain itu, pada saat ini laporan tentang penelitian dan kajian kimia pada jamur endofitik juga masih terbatas. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan isolasi metabolit sekunder pada jamur endofitik dari spons Biemna sp., yang berasal dari Kepulauan Seribu yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi metabolit sekunder dari jamur endofitik yang berasosiasi dengan spons Biemna sp. serta melakukan uji sitotoksik senyawa hasil isolasi terhadap sel murin leukemia P-388. Pada penelitian ini jamur endofitik yang diisolasi dari spons Biemna sp. diinokulasi pada media PDA (Potato Dextrose Agar) hingga diperoleh isolat tunggal dan dilanjutkan dengan identifikasi jamur tersebut berdasarkan metode molekuler sekuen ITS (Internal Transcribed Spacer) rDNA. Selanjutnya, isolat tunggal jamur tersebut dikultivasi pada media beras dengan waktu inkubasi 21 hari (3 minggu) pada suhu 28 °C. Berikutnya, jamur yang tumbuh pada media beras diekstraksi dengan etil asetat (EtOAc) sehingga diperoleh ekstrak EtOAc sebanyak 11 g. Terhadap ekstrak EtOAc dilakukan fraksinasi dan pemurnian dengan berbagai metode kromatografi (kromatografi cair vakum, kromatografi kolom gravitasi, dan kromatografi radial, dan) sehingga diperoleh senyawa murni. Struktur molekul senyawa hasil isolasi ditetapkan berdasarkan analisis data spektroskopi, yang meliputi spektroskopi NMR 1D (1H and 13C), NMR 2D (HSQC and HMBC) serta spektroskopi massa resolusi tinggi. Sementara itu, uji sitotoksik terhadap sel murin leukemia P-388 dilakukan menggunakan metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazo-2-il)-2,5-difenil- tetrazolium bromida]. Pada penelitian ini, isolat tunggal jamur endofitik yang diperoleh diidentifikasi berdasarkan data sekuen ITS rDNA dan dilaporkan sebagai Aspergillus niger dengan homologi 100%. Dari jamur endofitik A. niger tersebut selanjutnya telah berhasil diisolasi tujuh senyawa murni, meliputi lima senyawa kelompok fenolik yaitu metil 2,5-dihidroksifenil asetat (1), karbonaron A (2), aurasperon C (3), aurasperon F (4), dan dianhidro-aurasperon C (5), serta dua senyawa kelompok non fenolik yaitu 2,3-dihidroksipropil asetat (6) dan ?-sitosterol (7). Satu senyawa yaitu 2,3-dihidroksipropil asetat (6) baru dilaporkan dalam genus ini. Namun, enam senyawa lainnya merupakan senyawa yang lazim ada pada genus Aspergillus dan tiga senyawa yaitu aurasperon C (3), F (4), dan dianhidroauraperon (5) merupakan senyawa utama pada genus tersebut. Pengujian aktivitas sitotoksik senyawa hasil isolasi terhadap sel murin leukemia P- 388 memperlihatkan bahwa dua senyawa dikategorikan sangat aktif yaitu metil 2,5- dihidroksifenil asetat (1) dan karbonaron A (2) dengan nilai IC50 berturut-turut 0,2 dan 2,0 µg/mL. Selanjutnya, tiga senyawa memiliki sitotoksik dengan kategori sedang yaitu aurasperon C (3), aurasperon F (4), dan dianhidrousaurasperon C (5) dengan IC50 berturut-turut adalah 6,5; 6,4; dan 7,8 µg/mL. Sementara itu, dua senyawa memperlihatkan sitotoksik kategori tidak aktif terhadap senyawa 2,3- dihidroksi-propil asetat (6) dan ?-sitosterol (7) dengan nilai IC50 54,3 dan 16,5 µg/mL. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa lima dari tujuh senyawa hasil isolasi memiliki sifat sitotoksik, tetapi hanya senyawa 1 dan 2 yang berpotensi sebagai lead compound untuk kandidat obat kanker. Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi bahwa jamur endofitik Aspergillus niger adalah salah satu jamur yang berasosiasi dengan spons Biemna sp. Penemuan berbagai senyawa pada penelitian ini dapat menambah informasi terkait keanekaragaman struktur dan kerangka dari jamur endofitik Aspergillus niger yang berasosiasi dengan spons Biemna sp. yang berasal dari Kepulauan Seribu Indonesia