digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Erupsi Gunung Agung pada November 2017 lalu merupakan periode pertama kalinya aktivitas vulkanik yang memiliki jaringan pengamatan yang cukup memadai untuk melakukan analisis seismisitas dan deformasi permukaan. Pada saat ini terdapat dua model konseptual untuk menjelaskan kondisi aktifitas vulkanik di daerah kompleks Agung Batur. Penentuan model ini dapat sangat berdampak kepada kemampuan forecasting dari bahaya bencana akibat letusan Gunung Agung. Untuk dapat mengkonfirmasi model konseptual yang sesuai, terdapat dua objektif utama yang harus dicapai dalam penelitian ini. Objektif pertama adalah mendapatkan struktur kecepatan gelombang body (Vp, Vs, dan rasio Vp/Vs) dengan resolusi tinggi di zona sekitar Gunung Agung. Total digunakan sebanyak 1.926 gempa VT, dengan waktu kedatangan gelombang 9.482 dan 8683 P dan S yang sesuai yang dicatat oleh sepuluh stasiun seismik selama waktu pengamatan yang berlangsung dari 18 Oktober hingga 31 Desember 2017. Lokasi hiposenter didapatkan menggunakan algoritma maximum likelihood estimation (NLLOC) dan menggunakan model kecepatan 1-D optimal (VELEST) sebagai input untuk inversi tomografi seismik 3-D (SIMULPS12). Tomografi gempa lokal secara umum mengungkapkan adanya indikasi keberadaan dapur magma dangkal, serta struktur dyke kompleks sub-vertikal dan zona sesar dangkal diantara Gunung Agung dan Batur. Kemudian objektif kedua adalah melakukan interpretasi deformasi permukaan dari data SAR Sentinel-1. Digunakan dua orientasi orbit yang berbeda yaitu ascending (1 Agustus 2017 - 16 Januari 2018) dan descending (4 Agustus 2017 - 19 Januari 2018) pada polarisasi VV. Prosedur pengolahan INSAR dilakukan untuk mendapatkan nilai deformasi permukaan dari kedua data set tersebut (SNAP). Oleh karena waktu revisit satelit yang relative singkat (~6 hari) hasil dari deformasi permukaan ini diharapkan dapat memberikan wawasan tambahan atau konstrain waktu dari fase erupsinya.