digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Meta Vaniessa Tampubolon
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

Bahaya kebakaran merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja dengan risiko memusnahkan bangunan dan nilai keaslian yang ada di dalamnya. Pada bangunan klenteng, aktifitas yang dilakukan tidak jauh dari penggunaan api di dalam bangunan. Peribadatan, upacara, tradisi, dan persembahan, memiliki sumber api yang selalu ada dan dalam bentuk yang bervariasi. Perlu adanya tindakan pencegahan untuk meminimalisir kemungkinan bencana kebakaran yang terjadi pada bangunannya. Tindakan pencegahan umumnya diatur pada standar keamanan. Namun disayangkan, tidak seluruhnya standar ini dapat diterapkan pada bangunan klenteng di Kawasan Pecinan. Klenteng yang tersebar di dalam Kawasan Pecinan merupakan bangunan cagar budaya. Di dalam standar keamananan secara teknis bangunan klenteng masuk dalam kelas 9b, yaitu sejenis bangunan pertemuan yang di dalamnya termasuk bangunan peribadatan. Pada standar teknis untuk bangunan kelas ini ditemukan tujuh variabel yang perlu dinilai pengaplikasiannya pada setiap klenteng di Kawasan Pecinan. Variabel ini berupa lima untuk sistem keamanan secara pasif : konstruksi, kompartemenisasi, dinding pemisah, perlindungan dan bukaan, dan sistem keamanan listrik, dan dua untuk jalur akses lingkungan dan bangunan, yaitu : jalur akses lingkungan dan bangunan dan hidran halaman. Penilaian dilakukan dengan metode deskripsi dan rubrik dari hasil observasi dan wawancara dengan narasumber yang berkecimpung dalam budaya dan adat klenteng. Hasil deskripsi dikaitkan dengan aturan budaya feng shui untuk menemukan kemungkinan tindakan yang berkaitan dengan pencegahan bahaya kebakaran. Setelah itu dilakukan penghitung secara statistik dengan program JMP untuk menemukan rata-rata dari tindakan pencegahan pada setiap klenteng di Kawasan Pecinan. Hasil menemukan dua tindakan yang perlu diintervensi pada klenteng Kawasan Pecinan, yaitu : pertama, perbaikan pada variabel yang sama sekali belum dilakukan pada setiap klenteng seperti pengadaan hidran halaman, berupa sumber air untuk penanggulangan bencana kebakaran, sistem keamanan listrik, yang pada bangunan hanya ditempel tanpa ada pengamanan, dan perlindungan bukaan berupa jalur evakuasi dan kemungkinan perlindungannya. Kedua merupakan peningkatan, yaitu upgrade dari variabel yang sudah ada namun masih kurang memenuhi standar, seperti pada konstruksi, dan jalur akses lingkungan ke bangunan. Mengingat bangunan klenteng di Kawasan Pecinan adalah cagar budaya, hasil rekomendasi tindakan perbaikan dan peningkatan kualitas pencegahan tetap mengutamakan dan mempertahankan keaslian bahan, estetika, dan nilai sejarah bangunan.