PT Toyota Astra Motor adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
otomotif dan berperan sebagai importir, distributor, serta agen penjualan untuk
produk Toyota dan Lexus di Indonesia. Proses operasional logistik kendaraan
ditangani oleh Divisi Vehicle Logistics (VLD). VLD berperan untuk memastikan
ketepatan waktu pengiriman unit mobil berdasarkan Monthly Delivery Planning
(MDP). Namun, dalam enam bulan terakhir, persentase rata-rata ketepatan waktu
pencapaian wholesales dibandingkan dengan perencanaan MDP masih sebesar
40,63%. Terdapat celah sebesar 59,37% antara kondisi aktual dan kondisi ideal. Hal
ini disebabkan adanya proses pada area receiving dan post production operation
yang belum terstandardisasi yang ditandai dengan belum adanya standar pengerjaan
proses. Dengan demikian, diperlukan perbaikan proses untuk menanggulangi
permasalahan tersebut.
Perbaikan proses pada penelitian ini menggunakan model Business Process
Improvement (BPI). Perbaikan proses dimulai dengan pemetaan proses area
receiving dan post production operation melalui wawancara dengan pihak
perusahaan. Pemetaan proses dilakukan dengan metode Cross Functional
Flowchart untuk memahami aliran dan penanggung jawab proses dan Process
Classification Framework untuk memahami kelompok dan struktur proses.
Kemudian, dilakukan evaluasi permasalahan pada proses menggunakan kerangka
Risk Based Thinking (RBT) dimana penilaian risiko dilakukan dengan Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA). Evaluasi dilakukan dengan mewawancarai dan
menyebarkan kuesioner kepada dua orang penanggung jawab dari tiap proses. Hasil
evaluasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat 19 risiko yang diprioritaskan untuk
diperbaiki dari 40 risiko yang diidentifikasi. Selanjutnya, dilakukan evaluasi
performansi proses menggunakan Value Added Analysis (VAA) oleh peneliti. Hasil
evaluasi tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 tugas berjenis value-added
(9,26%), 86 tugas berjenis business value-added (79,63%), dan 12 tugas berjenis
non-value-added (11,11%).
Berdasarkan hasil evaluasi, dilakukan penyusunan usulan perbaikan dengan
memberikan perlakuan pada risiko berupa penerimaan risiko, pengurangan risiko,
pemindahan risiko, atau pembuatan rencana cadangan serta perampingan proses
dengan metode systematic reengineering ESIA (Elimination, Simplification,
Integration, dan Automation). Hasil proses perbaikan disertai dengan 8 usulan
tindakan perbaikan yang perlu dilakukan untuk mengatasi risiko kegagalan. Hasil
tersebut kemudian divalidasi melalui wawancara kepada pihak manajemen untuk
mengetahui kesesuaian dan fisibilitas penerapan usulan perbaikan. Perbaikan
proses menghasilkan penurunan jumlah tugas dari 108 tugas menjadi 97 tugas yang
terdiri dari 10 tugas berjenis value-added (10,31%), 87 tugas berjenis business
value-added (89,69%), dan 0 tugas berjenis non-value-added (0%).