digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yudistira Ibrahim
PUBLIC Dewi Supryati

PT Pupuk Kujang (PKC) melakukan pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk produksi pupuk NPK, sebagian besar diperoleh dari proses impor (68,28% dari harga pupuk NPK berasal dari biaya pembelian bahan baku secara impor). Pengadaan bahan baku secara impor dilakukan menggunakan sistem pengadaan tersentralisasi di PT Pupuk Indonesia (PIHC) sebagai induk perusahaan. Proses pengadaan bahan baku secara impor yang dilakukan PIHC dimulai dari proses perencanaan sampai dengan proses tender selesai. Pada proses perencanaan dilakukan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan evaluasi penawaran dan negosiasi harga kepada calon Supplier. Sehingga proses penyusunan HPS memiliki peran penting, apabila HPS jauh lebih rendah dari nilai perolehan tender maka proses tender harus diulang (retender) atau akan dilakukan penyesuaian anggaran pembelian (rebudgeting). Sebaliknya jika HPS jauh di atas nilai perolehan tender maka terjadi pemborosan dalam penggunaan anggaran pembelian (over budgeting). Pada sistem sentralisasi yang diterapkan PIHC penyusunan HPS dilakukan melalui dua tahap, yaitu penyusunan HPS awal oleh PKC dan penyusunan HPS tender oleh PIHC. Pada penyusunan HPS awal dan HPS tender terdapat proses kerja yang sama atau berulang yaitu pada kegiatan mencari sumber data sebagai referensi pembentuk HPS dan perhitungan komponen-komponen biaya pembentuk HPS. Proses yang sama atau berulang tersebut terjadi karena tidak adanya standar atau kesepakatan antara PKC dan PIHC dalam penyusunan HPS, sehingga waktu proses perencanaan menjadi lama. Penyusunan HPS awal oleh PKC harus dilakukan karena PKC adalah pemilik anggaran pembelian dan sebagai acuan input data anggaran pada sistem. Meskipun PKC sudah menyusun HPS yang sudah sesuai dengan kriteria tender, pencarian sumber data dan perhitungan ulang tetap dilakukan kembali oleh PIHC. Hal tersebut dimaksudkan agar HPS masih relevan untuk digunakan pada saat tender. Tujuan dari penelitian ini adalah mengusulkan model perhitungan (pengembangan model matematis), menyusun alur proses atau langkah-langkah pembuatan HPS dan membuat format standar HPS bahan baku impor untuk perbaikan proses bisnis penyusunan HPS. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas mengenai pembentukan harga (pricing), usulan pengembangan model matematis pada penelitian ini mempertimbangkan biaya angkutan laut (freight), jenis incoterm yang digunakan dan metode pembayaran menggunakan Letter of Credit (LC). Model usulan ini digunakan untuk mencari nilai minimum dari komponen pembentuk harga yang mendekati harga pasar dan sesuai dengan kriteria tender. Sehingga didapatkan penghematan dari anggaran pembelian. Dari pengembangan model matematis yang diusulkan didapatkan alur dan standar proses penyusunan HPS baru yang akan digunakan sebagai dasar perbaikan proses bisnis penyusunan HPS. Dengan menggunakan streamlining pada model Business Process Improvement (BPI) oleh Harrington (1991) dan dilakukan proses eliminasi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah, penyederhanaan proses kerja dan mengurangi waktu proses. Nilai HPS minimum yang dihasilkan dari model usulan adalah dengan memilih pengiriman dalam bentuk curah, pembayaran menggunakan LC UPAS, incoterm CFR dan menetapkan pelabuhan bongkar di pelabuhan Tanjung Priok. Model HPS usulan dapat memberikan total penghematan anggaran sebesar 56,38% atau sebesar Rp. 35.674.605.957,- jika dibandingkan dengan model HPS existing. Kemudian dilakukan perbandingan keakuratan antara model penyusunan HPS usulan dengan existing menggunakan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) terhadap nilai hasil tender (data untuk validasi). Didapatkan hasil model usulan memiliki keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan model existing, dengan nilai MAPE HPS usulan sebesar 6,91% dan model existing memiliki nilai MAPE sebesar 16,11% terhadap nilai tender. Pada perbaikan proses bisnis dilakukan simulasi dengan Business Process Management Notation (BPMN) untuk menganalisis waktu kerja. Hasil dari simulasi perbaikan proses bisnis, diperoleh penghematan waktu kerja sebesar 36,82%. Perbaikan tersebut dilakukan dengan menghilangkan aktivitas pencarian sumber data dan perhitungan ulang HPS pada perencana bahan baku dan jasa forwarding PIHC.