ABSTRAK Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti COVER Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2 Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti BAB 3 Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA Tiko Fajar Somahartadi
PUBLIC Alice Diniarti
Terowongan Nanjung berfungsi untuk mempercepat aliran air di Sungai Citarum
agar banjir di Baleendah, Dayeuhkolot dan sekitarnya menjadi lebih cepat surut.
Agar manfaat berkelanjutan dirasakan masyarakat, maka perlu melakukan analisis
keandalan. Analisis keandalan Terowongan Nanjung dilakukan dengan metode
kualitatif mempergunakan Analisis risiko level 1 (Angka Keamanan) dan level 2
(First Order dan Second Moment), serta metode semi kuantitatif untuk
mendapatkan tingkat risiko. Dalam analisis keandalan, faktor debit tahanan maupun
beban, didistribusi normalkan untuk mendapatkan probabilitas risiko dan
keandalan. Probabilitas risiko adalah besaran kemungkinan struktur berisiko, risiko
diartikan sebagai akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan)
dari suatu perbuatan atau tindakan, dengan kata lain seberapa besar kemungkinan
beban debit merugikan/ membahayakan Terowongan Nanjung. Probabilitas
keandalan adalah besaran kemungkinan terowongan bertahan dari beban debit atau
tidak berisiko. Sementara angka keamanan adalah angka yang merepresentasikan
perbandingan antara tahanan dan beban. Debit tahanan berasal dari debit rencana,
dan debit beban berasal dari debit kala ulang (Q2, Q5, Q10, Q25, Q50 dan Q100).
Sebagai penunjang analisis, program HECRAS dan HEC-HMS dipergunakan.
HEC-HMS dijalankan untuk menelusuri 13 SubDAS Citarum hingga di titik
jembatan Nanjung. HECRAS dimodelkan dari titik jembatan Nanjung hingga 1 km
setelah Curug Jompong. HEC-HMS digunakan sebagai input dalam HECRAS dan
output HECRAS digunakan lebih lanjut dalam analisis keandalan. Hasil analisis
keandalan didapatkan terowongan Nanjung andal untuk dilewati Q2 dan Q5 dimana
Q2 tingkat risikonya rendah, dan Q5 tingkat risikonya sedang, untuk Q10 hingga
Q100 terowongan Nanjung menjadi tidak andal dimana tingkat risiko menjadi
sangat tinggi. Berdasarkan tingkat risiko tersebut rutinitas kegiatan pemeliharaan
dan monitoring perlu dilakukan pada rambu ukur, alat ukur debit dan elevasi muka
air, pintu dan kolam olak. Sebagai tambahan pengaturan operasi pintu, pengecekan
degradasi groundsil di kolam olak serta sebagai pembangunan groundsill tambahan
di hilir dan hulu terowongan Nanjung di ruas Sungai Citarum perlu dilakukan.