Akurasi berbagai analisis hidrologi sangat bergantung pada estimasi yang akurat
dari distribusi spasial curah hujan. Data satelit sering dijadikan alternatif data grid
di wilayah yang tidak banyak memiliki stasiun pengukur curah hujan tetapi masih
memiliki keakuratan data yang rendah. Sehingga akan dibuat data grid dengan
resolusi tinggi dari curah hujan observasi menggunakan metode interpolasi yang
terbaik.
Penelitian ini diawali dengan mencari metode interpolasi terbaik antara Ordinary
Kriging (OK) dan Ordinary Cokriging (OCK) dengan data curah hujan bulanan
tahun 1998 - 2016. Kemudian dilakukan evaluasi terkait pengaruh variabel elevasi
dan sampel stasiun terhadap hasil interpolasi. Metode interpolasi terbaik dievaluasi
dan diimplementasikan untuk interpolasi curah hujan harian. Data GPM dan
CHIRPS digunakan sebagai data pembanding curah hujan interpolasi terbaik.
Hasilnya menunjukkan bahwa metode OCK lebih baik daripada OK dengan nilai
RMSE OCK 18,13 dan RMSE OK 19,02. Variabel kovariat elevasi dapat
mengurangi nilai RMSE. Variasi sampel stasiun menunjukkan hasil RMSE yang
semakin tinggi ketika jumlah sampel stasiun berkurang. Plot spasial OCK, GPM,
dan CHIRPS tidak menunjukkan pola yang sama untuk kejadian ekstrim harian
sesuai dengan nilai korelasi kecil pada rentang nilai 0,1-0,4. Sedangkan OCK
memiliki korelasi bulanan yang cukup baik dengan rentang nilai 0,4-0,7. OCK
mampu mendeteksi terjadinya hujan dengan nilai POD bulanan dengan rentang
nilai 0,7-0,9. Sedangkan OCK melakukan kesalahan deteksi kejadian hujan dengan
nilai FAR harian dengan rentang nilai rentang 0,5-0,9. Hasil evaluasi harian dan
bulanan menunjukkan metode OCK memiliki nilai POD tinggi, FAR rendah, dan
korelasi yang cukup baik untuk bulanan.