digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pada September 2000, sebanyak 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat untuk merealisasikan Deklarasi Milenium yang dijabarkan dalam kerangka praktis Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs). Terdiri dari 8 (delapan) program yang menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus, memiliki tenggat waktu hingga tahun 2015 dan indikator kemajuan yang terukur. Bagi Indonesia, MDGs digunakan sebagai acuan dalam perumusan kebijakan, strategi dan pembangunan serta sebagai cerminan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Di samping itu, terjadi perdebatan intens di antara kelompok-kelompok perempuan mengenai bagaimanakah keterkaitan gender dengan MDGs. Peningkatan pemahaman kesetaraan gender tidak selalu langsung diterjemahkan ke dalam kesetaraan gender dalam prakteknya. Meskipun dalam kemajuannya, kegigihan peran gender tradisional dan stereotip yang seringkali diperkuat oleh struktur dan/atau kelembagaan, menghambat pemberdayaan perempuan. Secara khusus Provinsi Jawa Barat telah melakukan respons terhadap program-program nasional dan program MDGs melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Adapun peran gender dalam capaian program MDGs di Provinsi Jawa Barat akan dilihat melalui capaian program MDGs ke-3 terkait upaya untuk Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Lebih lanjut, peran gender juga akan dilihat melalui optimasi dan transformasi kegiatan seorang wanita melampaui hak-hak pada kodrat tradisionalnya yang tercermin melalui proporsi kepegawaian, khususnya di instansi pemerintahan Provinsi Jawa Barat sebagai penerima mandat dalam merancang program-program dan kebijakan Pengausutamaan Gender (PUG), serta penanggungjawab pelaksana MDGs sebagai salah satu program pembangunan nasional di Provinsi Jawa Barat. Hasil analisis rata-rata kemajuan capaian program MDGs ke-3 di Provinsi Jawa Barat untuk indikator Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) Perempuan terhadap Laki-Laki di Pendidikan Dasar, Menengah, Lanjutan, Tinggi menunjukkan kemajuan yang baik dengan angka rata-rata keseluruhan 99,49% untuk rasio APM tingkat Sekolah Dasar (SD), 103,61% untuk rasio APM Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 97,60% untuk rasio APM Sekolah Menengah Atas (SMA). Untuk indikator Rasio Angka Melek Huruf (AMH) Perempuan terhadap Laki-Laki untuk Usia 15-24 Tahun menunjukkan kemajuan yang sangat baik sebesar 100,02%. Adapun keterlibatan perempuan di dalam lembaga legislatif di Provinsi Jawa Barat menunjukkan, hanya Kota Depok yang memiliki kuota perempuan di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mencapai 52%. Lembaga legislatif di Kabupaten/Kota lainnya hanya memiliki kuota perempuan kurang dari 30%. Hanya iv Kabupaten Bandung, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bandung Barat hanya mampu memenuhi kuota 25%, dan sisanya memiliki kuota di bawah 25%. Hasil analisis disparitas capaian APM di berbagai tingkat pendidikan dan AMH sebagai indikator capaian MDGs ke-3 di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kota Cimahi menunjukkan kemajuan kesetaraan gender yang disertai tingginya peranan perempuan dalam pengambilan keputusan politik dan kehidupan sosial yang lebih baik diantara daerah lainnya di Provinsi Jawa Barat. Kemajuan ini diiringi dengan besaran angka Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), serta angka partisipasi perempuan di dalam lembaga legislatif DPRD yang besarnya di atas angka rata-rata daerah lainnya. Sedangkan capaian APM dan AMH yang lebih rendah terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, dan Kabupten Karawang. Hal ini menunjukkan kesetaraan gender yang lebih rendah disertai lebih rendahnya besaran angka IPG, IDG, serta angka partisipasi perempuan di lembaga legislatif DPRD. Di daerah-daerah ini tersebut juga ditemukan beberapa produk kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Keseluruhan angka-angka tersebut menunjukkan kemampuan perempuan di Provinsi Jawa Barat yang masih rendah dalam menempuh perluasan akses untuk mengaktualisasikan dirinya atas tanggung jawab yang lebih kompleks untuk terlibat ke dalam sistem pembuatan kebijakan dan berperan dalam proses pembangunan. Adanya produk-produk kebijakan yang diskriminatif gender di daerah-daerah dengan tingkat kesetaraan gender yang rendah menunjukkan bahwa partisipasi perempuan menjadi salah satu penentu dalam pembuatan kebijakan yang dapat merefleksikan kekhawatiran dan perspektif perempuan yang diiringi derajat sensitifitas yang tinggi terhadap persoalan-persoalan pembangunan yang dihadapi.