Pembangkit listrik teknologi ultra-superkritikal (USC) banyak diterapkan dan masih
terus dikembangkan di dunia. Efisiensi termal USC lebih besar dibandingkan
subkritikal (Sub-C) dan ramah lingkungan. Namun, pembangunan pembangkit ini
perlu biaya investasi besar karena membutuhkan lahan dan fasilitas baru. Sedangkan
di Indonesia, pembangkit listrik subkritikal mendominasi dan sebagian usianya sudah
relatif tua. Semakin lama umur operasi maka produktivitasnya semakin rendah. Selain
itu, emisi hasil pembakaran juga semakin sulit dikendalikan dan berdampak serius
terhadap lingkungan. Solusi untuk kondisi tersebut adalah modifikasi pembangkit
listrik subkritik menjadi ultra-superkritikal. Komponen utama yang dimodifikasi
adalah boiler Sub-C serta beberapa komponen tambahan lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi kelayakan termoekonomi M-USC
(Modified Ultra-supercritical) dan N-USC (New Ultra-supercritical) dengan kapasitas
660 MW. Dengan demikian, hasil dari studi ini bisa menentukan jenis pembangkit
listrik yang paling layak untuk dibangun. Parameter ekonomi yang dibandingkan
adalah LCOE (Levelized Cost of Electricity), IRR, NPV, BCR, PP. LCOE terdiri dari
biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta biaya bahan bakar sebagai fungsi
terhadap waktu. Simulasi termodinamika juga dilakukan untuk mengetahui parameter
karakteristik masing-masing pembangkit yang digunakan untuk perhitungan simulasi
ekonomi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa M-USC lebih baik dan layak untuk
dipilih secara ekonomi dengan LCOE, IRR, NPV, BCR dan PP bernilai 5,16 cent
US$/kWh, 13,33%, 114.791.081 US$, 3,47, dan 7 tahun 2 bulan. Selain itu, Analisis
sensitivitas pada M-USC menunjukkan bahwa harga boiler USC dan bahan bakar
berpengaruh besar terhadap parameter ekonomi.
Perpustakaan Digital ITB