digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pembangkit listrik teknologi ultra-superkritikal (USC) banyak diterapkan dan masih terus dikembangkan di dunia. Efisiensi termal USC lebih besar dibandingkan subkritikal (Sub-C) dan ramah lingkungan. Namun, pembangunan pembangkit ini perlu biaya investasi besar karena membutuhkan lahan dan fasilitas baru. Sedangkan di Indonesia, pembangkit listrik subkritikal mendominasi dan sebagian usianya sudah relatif tua. Semakin lama umur operasi maka produktivitasnya semakin rendah. Selain itu, emisi hasil pembakaran juga semakin sulit dikendalikan dan berdampak serius terhadap lingkungan. Solusi untuk kondisi tersebut adalah modifikasi pembangkit listrik subkritik menjadi ultra-superkritikal. Komponen utama yang dimodifikasi adalah boiler Sub-C serta beberapa komponen tambahan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi kelayakan termoekonomi M-USC (Modified Ultra-supercritical) dan N-USC (New Ultra-supercritical) dengan kapasitas 660 MW. Dengan demikian, hasil dari studi ini bisa menentukan jenis pembangkit listrik yang paling layak untuk dibangun. Parameter ekonomi yang dibandingkan adalah LCOE (Levelized Cost of Electricity), IRR, NPV, BCR, PP. LCOE terdiri dari biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta biaya bahan bakar sebagai fungsi terhadap waktu. Simulasi termodinamika juga dilakukan untuk mengetahui parameter karakteristik masing-masing pembangkit yang digunakan untuk perhitungan simulasi ekonomi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa M-USC lebih baik dan layak untuk dipilih secara ekonomi dengan LCOE, IRR, NPV, BCR dan PP bernilai 5,16 cent US$/kWh, 13,33%, 114.791.081 US$, 3,47, dan 7 tahun 2 bulan. Selain itu, Analisis sensitivitas pada M-USC menunjukkan bahwa harga boiler USC dan bahan bakar berpengaruh besar terhadap parameter ekonomi.