digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 2 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 3 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 4 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 5 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 6 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 7 Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Maya Fitri Oktarini
PUBLIC Alice Diniarti

Pemukim di lahan basah berhadapan dengan ekosistem yang fluktuatif dan paparan luapan banjir. Riparian adalah lahan basah tepian sungai yang merupakan area transisi antara darat dan perairan yang memiliki fungsi penting bagi layanan ekosistem kota. Riparian di perkotaan merupakan area penjernih, penyerapan dan penampungan air, serta penjaga habitat akuatik. Tetapi, konservasi total sulit dilaksanakan ketika hampir semua lahan kota adalah lahan basah. Kota berkembang pesat dan membutuhkan lahan pembangunan baru, terutama untuk permukiman. Banyak kota di Indonesia menghadapi masalah tersebut. Perkotaan di Indonesia banyak dibangun di tepian air Karena menyediakan kebutuhan lahan yang subur, sumber pangan, sumber air rumah tangga, jalur transportasi, pengudaraan dan pencahayaan alami dan kebutuhan sanitasi lainnya. Urbanisme air telah menjadi sejarah dari kota-kota di Indonesia dan masih berlangsung hingga saat ini. Untuk mengatasi masalah tersebut, kota membutuhkan perencanaan permukiman di riparian dengan pendekatan ekosistem. Pendekatan yang melestarikan layanan ekosistem riparian dengan memperkuat hubungan antara manusia dan lingkungan. Budaya menjadi bagian dari pelestarian ekosistem. Penelitian berlokasi di riparian Sungai Musi, Palembang. Kedua permukiman berada pada dua sisi tepian sungai yang saling berseberangan. Penelitian meneliti dua sudut pandang, yaitu pendekatan ekosistem dan preferensi pemukim. Sudut pendekatan ekosistem dianalisis dari penilaian ahli permukiman lahan basah, sedangkan sisi preferensi permukiman diukur melalui preferensi pemukim. Metode Multi Atributte Utility (MAU) digunakan untuk menganalisis pendapat para ahli, sedangkan metode Analisis Konjoin digunakan untuk menganalisis preferensi pemukim. Hasil penelitian menemukan empat fokus penekanan konservasi dari empat tujuan pembangunan dengan pendekatan ekosistem. Perencanaan dengan tujuan pelestarian karakter riparian menekankan pada konservasi hubungan timbal balik antara pemukim dan lingkungan riparian. Sedangkan, perencanaan dengan tujuan menjaga fungsi riparian sebagai area pengendali banjir, daur ulang air, dan habitat akuatik fokus pada konservasi lingkungan secara fisikal, biologis, dan kimiawi. Hasil analisis preferensi menunjukkan bahwa pemukim lebih menyukai perencanaan yang mengintegrasikan pemukiman di ekosistem riparian daripada memisahkan pembangunan dari riparian sebagai kawasan konservasi. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa pemilik rumah yang telah lama tinggal dan merasa nyaman tinggal di permukiman ini memiliki kepedulian terhadap kualitas lingkungan permukiman. Terlebih lagi pada warga dengan kegiatan sehari-hari dan pekerjaan yang bergantung pada sungai, pemukim ini akan lebih memperhatikan lingkungannya. Hasil analisis keseimbangan pendekatan ekosistem dan preferensi pemukim menunjukkan bahwa kriteria ekologis lebih memperhatikan komponen lingkungan, sementara pemukim lebih memperhatikan komponen bangunan. Oleh karena itu, optimalisasi perencanaan permukiman di riparian dapat dicapai dengan mengoptimalkan komponen lingkungan sesuai kriteria pendekatan ekosistem dan komponen bangunan sesuai dengan kriteria preferensi pemukim. Pengoptimalan pendekatan ekosistem memerlukan pemahaman dampak konstruksi terhadap kinerja layanan ekosistem riparian, terutama pada gangguan aliran air, sedimentasi, pemblokiran penerangan alami, dan penurunan kapasitas penyerapan. Sementara itu, optimalisasi sisi preferensi memerlukan pemahaman tentang aktivitas masyarakat sehari-hari, kebutuhan rumah tangga, dan orientasi budaya hidup. Bahkan lebih dari itu, perencanaan di riparian memerlukan pemahaman tentang interaksi pemukim dan lingkungan mereka sebagai bagian ekosistem yang saling bergantung.