Peningkatan permintaan terhadap energi dari bahan bakar fosil konvensional menyebabkan peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) yang merupakan faktor yang menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global. Carbon Capture Storage (CCS) berfungsi untuk mengumpulkan CO2 dan menyimpannya ke dalam pori-pori formasi batuan di bawah permukaan. Terlebih lagi, CO2 bersifat mudah terlarut dalam air dan bereaksi dengan permukaan logam. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan korosi pada casing dan tubing pada sumur injeksi.
Sebuah sumur eksplorasi yang telah ada dan sedang ditutup sementara ditetapkan sebagai kandidat sumur injeksi CO2 di Lapangan X untuk mengaplikasikan teknologi CCS. Tujuan utama studi ini adalah untuk memprediksi model laju korosi dengan menggunakan perangkat lunak Electronic Corrosion Engineer (ECETM). Arimbawa (2013) membuat suatu analisis baru yang terintegrasi untuk menentukan laju korosi maksimum dari sumur gas dengan memperhatikan kondisi reservoir, analisis nodal, dan well trajectory. Sedangkan, Fadholi (2014) mengembangkan model prediksi laju korosi pada tubing berdasarkan model sebelumnya dari Lianne Smith, Mike Billingham dan C de Waard. Studi ini merupakan studi lanjutan dari studi sebelumnya yang berfokus pada perbandingan model prediksi laju korosi antara sebuah sumur eksplorasi yang telah ada dan ditutup sementara dengan sumur injeksi CO2 pada proyek demonstrasi CCS yang berlokasi di Tomakomai, Jepang, berdasarkan studi literatur. Model laju korosi dievaluasi dengan menggunakan standar NORSOK (Norwegian offshore sector) M-001. Studi perbandingan ini dapat digunakan dalam memilih tubular goods terbaik yang diaplikasikan pada sumur injeksi CO2 untuk penerapan CCS yang akan memperpanjang usia dari rangkaian tubing. Sebagai hasil, dibutuhkan Corrosion Resistance Alloy (CRA) tubing material untuk diaplikasikan pada kandidat sumur injeksi CO2 di Lapangan X. Selanjutnya, studi ini memberikan rekomendasi untuk mengganti ukuran tubing sumur injeksi CO2 pada proyek demonstrasi CCS Tomakomai.