Rumah susun merupakan salah satu solusi dalam menyediakan tempat tinggal bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, fakta menunjukan bahwa
masih banyak masyarakat khususnya MBR di Kota Semarang justru menolak
pindah ke rusunawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi tempat
tinggal responden yang tergolong dalam MBR dengan studi kasus penghuni liar
bantaran sungai BKT Kota Semarang. Survey dilakukan terhadap 35 responden
penghuni bantaran dan 86 responden penghuni yang telah menempati rusunawa.
Hasil survey dianalisis menggunakan beberapa metode deskriptif kuantitatif dengan
teknik crosstab dan conjoint. Analisis conjoint digunakan untuk mengukur
preferensi berdasarkan empat atribut hunian: harga sewa, aksesibilitas, fasilitas, dan
hak kepemilikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rumah tapak menjadi hunian
yang paling diinginkan oleh responden. Preferensi ini memiliki hubungan paling
kuat dengan tingkat pendapatan, sementara jenis pekerjaan sama sekali tidak
berhubungan dengan preferensi responden. Preferensi tempat tinggal juga
dipengaruhi oleh atribut hunian, bagi responden penghuni rusunawa, keputusan
memilih tempat tinggal di rusunawa dipengaruhi oleh atribut harga sewa rusun yang
cukup terjangkau meskipun lokasinya jauh dari pusat kota. Namun, bagi responden
penghuni bantaran, mereka justru lebih senang tinggal di pusat kota dengan
aksesibilitas tinggi meskipun harga sewa lebih mahal, dan mereka tidak akan
pindah ke rusunawa yang jauh dari pusat kota meskipun telah dibebaskan biaya
sewa saat tahun pertama. Strategi untuk menentukan lokasi rusunawa yang dekat
dengan pusat kota dan kawasan permukiman kumuh harus dilakukan dalam
perencanaan.
Perpustakaan Digital ITB