digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Rumah susun merupakan salah satu solusi dalam menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, fakta menunjukan bahwa masih banyak masyarakat khususnya MBR di Kota Semarang justru menolak pindah ke rusunawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi tempat tinggal responden yang tergolong dalam MBR dengan studi kasus penghuni liar bantaran sungai BKT Kota Semarang. Survey dilakukan terhadap 35 responden penghuni bantaran dan 86 responden penghuni yang telah menempati rusunawa. Hasil survey dianalisis menggunakan beberapa metode deskriptif kuantitatif dengan teknik crosstab dan conjoint. Analisis conjoint digunakan untuk mengukur preferensi berdasarkan empat atribut hunian: harga sewa, aksesibilitas, fasilitas, dan hak kepemilikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rumah tapak menjadi hunian yang paling diinginkan oleh responden. Preferensi ini memiliki hubungan paling kuat dengan tingkat pendapatan, sementara jenis pekerjaan sama sekali tidak berhubungan dengan preferensi responden. Preferensi tempat tinggal juga dipengaruhi oleh atribut hunian, bagi responden penghuni rusunawa, keputusan memilih tempat tinggal di rusunawa dipengaruhi oleh atribut harga sewa rusun yang cukup terjangkau meskipun lokasinya jauh dari pusat kota. Namun, bagi responden penghuni bantaran, mereka justru lebih senang tinggal di pusat kota dengan aksesibilitas tinggi meskipun harga sewa lebih mahal, dan mereka tidak akan pindah ke rusunawa yang jauh dari pusat kota meskipun telah dibebaskan biaya sewa saat tahun pertama. Strategi untuk menentukan lokasi rusunawa yang dekat dengan pusat kota dan kawasan permukiman kumuh harus dilakukan dalam perencanaan.