digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Belia Astoria
PUBLIC Open In Flipbook Sandy Nugraha

Pemenuhan kebutuhan hunian mengalami banyak tantangan khususnya di perkotaan. Budaya urbanitas di Kota menyebabkan meningkatnya kepadatan hunian serta tuntutan atas kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat membuat masalah hunian di kota semakin kompleks. Hingga kini, belum ada kebijakan pemerintah yang menawarkan solusi tepat untuk masalah hunian generasi millennials kota. Hal ini membuat solusi pemenuhan kebutuhan perumahan oleh pemerintah belum tepat sasaran. Pada kenyataannya generasi millennials kota yang telah mendominasi jumlah penduduk di Kota memiliki andil penting dalam fenomena ini. Jumlahnya yang besar dan kondisi ekonomi yang dihadapi generasi millennials merupakan faktor utama yang menyebabkan generasi ini harus menjadi perhatian dalam kebijakan hunian kota. Memahami hunian dari perspektif generasi millennials kota dapat dilakukan dengan memahami karakteristik dan gaya hidup generasi ini. Lebih jauh, hunian dapat dipahami dengan penilaian dari tiga aspek yaitu aspek personal, aspek sosial dan aspek fisik. Preferensi generasi millennials kota terhadap hunian dengan tiga aspek tersebut memunculkan gambaran hunian yang praktis, memiliki privasi tinggi, individualis namun di dalam komunitas multikultur, lokasi dan aksesibilitas yang baik, serta jenis hunian tunggal yang menapak. Konsep hunian cohousing dirasa memiliki seluruh aspek hunian yang sesuai dengan preferensi generasi millennials kota. Cohousing adalah hunian dalam konteks urban dan sub-urban yang dibangun bersama oleh komunitas yang sengaja dibentuk. Peran komunitas diharap mampu menjawab solusi untuk hunian yang terjangkau dengan konsep sharing yang sangat kuat. Cohousing sebagai konsep hunian baru di Indonesia membutuhkan banyak penyesuaian dengan gaya hidup masyarakat. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan konsep cohousing adalah kecenderungan gaya hidup masyarakat Indonesia yang lebih menyukai tipe hunian dengan privasi tinggi. Tesis ini membahas tentang penyesuaian konsep cohousing yang berfokus pada keseimbangan kebutuhan privasi penghuni dalam kehidupan berkomunitas. Berdasarkan fokusan tersebut maka ditemukan berbagai permasalahan yang harus diselesaikan, yaitu fungsi sosial ruang, garis batas teritori dan ruang yang dapat memicu kontak sosial sekaligus memenuhi kebutuhan privasi. Selanjutnya, transitional space hadir sebagai solusi desain yang berperan menjadi ruang gradasi antara kebutuhan privasi yang tinggi dengan kebutuhan interaksi sosial yang tinggi. Gradasi ini bertujuan untuk mengatur ruang privat-publik penghuni secara tepat sehingga tidak memunculkan kegagalan desain. Transitional space dirancang untuk menghadirkan ruang privasi yang dinamis dalam hunian cohousing. Kenyamanan privasi dicapai dengan perancangan yang berfokus pada studi perilaku penghuni, pengaturan konsep interaksi sosial yaitu socio petal, social contact design dan territorial depth. Mendefinisikan fungsi sosial ruang sangatlah penting dalam perancangan hunian ini. Fungsi ruang sosial yang jelas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku yang menyimpang oleh penghuni yang dapat mengganggu penghuni lainnya. Dengan demikian, setiap individu di dalam hunian ini dapat memiliki privasi yang tinggi sekaligus mendapatkan kemudahan dari segi ekonomi. Fungsi hunian yang efektif dan dapat digunakan bersama, membuat konsep hunian cohousing dapat memenuhi kebutuhan penghuni sekaligus mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, cohousing menawarkan tipe hunian keluarga tunggal yang menapak walaupun berada dalam komunitas. Konsep hunian ini dirasa sangat sesuai dengan karakteristik dan gaya hidup generasi millennials kota. Konsep hunian cohousing diharap dapat menjadi alternatif yang tepat untuk hunian generasi millenials kota.