Pemenuhan kebutuhan hunian mengalami banyak tantangan khususnya di
perkotaan. Budaya urbanitas di Kota menyebabkan meningkatnya kepadatan
hunian serta tuntutan atas kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, laju
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat membuat masalah hunian di kota
semakin kompleks. Hingga kini, belum ada kebijakan pemerintah yang
menawarkan solusi tepat untuk masalah hunian generasi millennials kota. Hal ini
membuat solusi pemenuhan kebutuhan perumahan oleh pemerintah belum tepat
sasaran. Pada kenyataannya generasi millennials kota yang telah mendominasi
jumlah penduduk di Kota memiliki andil penting dalam fenomena ini. Jumlahnya
yang besar dan kondisi ekonomi yang dihadapi generasi millennials merupakan
faktor utama yang menyebabkan generasi ini harus menjadi perhatian dalam
kebijakan hunian kota. Memahami hunian dari perspektif generasi millennials
kota dapat dilakukan dengan memahami karakteristik dan gaya hidup generasi ini.
Lebih jauh, hunian dapat dipahami dengan penilaian dari tiga aspek yaitu aspek
personal, aspek sosial dan aspek fisik. Preferensi generasi millennials kota
terhadap hunian dengan tiga aspek tersebut memunculkan gambaran hunian yang
praktis, memiliki privasi tinggi, individualis namun di dalam komunitas
multikultur, lokasi dan aksesibilitas yang baik, serta jenis hunian tunggal yang
menapak. Konsep hunian cohousing dirasa memiliki seluruh aspek hunian yang
sesuai dengan preferensi generasi millennials kota. Cohousing adalah hunian
dalam konteks urban dan sub-urban yang dibangun bersama oleh komunitas yang
sengaja dibentuk. Peran komunitas diharap mampu menjawab solusi untuk hunian
yang terjangkau dengan konsep sharing yang sangat kuat. Cohousing sebagai
konsep hunian baru di Indonesia membutuhkan banyak penyesuaian dengan gaya
hidup masyarakat. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan konsep
cohousing adalah kecenderungan gaya hidup masyarakat Indonesia yang lebih
menyukai tipe hunian dengan privasi tinggi. Tesis ini membahas tentang
penyesuaian konsep cohousing yang berfokus pada keseimbangan kebutuhan
privasi penghuni dalam kehidupan berkomunitas. Berdasarkan fokusan tersebut
maka ditemukan berbagai permasalahan yang harus diselesaikan, yaitu fungsi
sosial ruang, garis batas teritori dan ruang yang dapat memicu kontak sosial
sekaligus memenuhi kebutuhan privasi. Selanjutnya, transitional space hadir
sebagai solusi desain yang berperan menjadi ruang gradasi antara kebutuhan
privasi yang tinggi dengan kebutuhan interaksi sosial yang tinggi. Gradasi ini
bertujuan untuk mengatur ruang privat-publik penghuni secara tepat sehingga
tidak memunculkan kegagalan desain. Transitional space dirancang untuk
menghadirkan ruang privasi yang dinamis dalam hunian cohousing. Kenyamanan
privasi dicapai dengan perancangan yang berfokus pada studi perilaku penghuni,
pengaturan konsep interaksi sosial yaitu socio petal, social contact design dan
territorial depth. Mendefinisikan fungsi sosial ruang sangatlah penting dalam
perancangan hunian ini. Fungsi ruang sosial yang jelas dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya perilaku yang menyimpang oleh penghuni yang dapat
mengganggu penghuni lainnya. Dengan demikian, setiap individu di dalam hunian
ini dapat memiliki privasi yang tinggi sekaligus mendapatkan kemudahan dari
segi ekonomi. Fungsi hunian yang efektif dan dapat digunakan bersama, membuat
konsep hunian cohousing dapat memenuhi kebutuhan penghuni sekaligus
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu, cohousing menawarkan tipe
hunian keluarga tunggal yang menapak walaupun berada dalam komunitas.
Konsep hunian ini dirasa sangat sesuai dengan karakteristik dan gaya hidup
generasi millennials kota. Konsep hunian cohousing diharap dapat menjadi
alternatif yang tepat untuk hunian generasi millenials kota.
Perpustakaan Digital ITB