digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yulia Eka Putrie
PUBLIC Sandy Nugraha

Arsitektur (masjid) di berbagai belahan dunia sepanjang sejarah memperlihatkan keterkaitan yang erat antara fenomena representasi identitas dengan berbagai dinamika sosio-politis yang terjadi. Masjid pada dasarnya merupakan lokus artikulasi nilai, keyakinan, dan pandangan dari komunitas yang mendirikan dan memakmurkannya. Dalam konteks Indonesia, keragaman paham atau sub-kultur keislaman menyebabkan masjid menjadi tidak semata-mata sebagai sarana religius, melainkan juga sebagai ruang politis bagi kelompok-kelompok keislaman dalam upaya penegasan otoritas dan identitasnya masing-masing. Berbagai isu sosiopolitis mengemuka sebagai akibat interaksi dinamis antar berbagai kelompok keislaman di masjid-masjid komunitas selama beberapa dekade terakhir. Salah satu isu sosio-politis tersebut adalah adanya konflik pengambilalihan atau perebutan masjid. Munculnya fenomena representasi identitas pada arsitektur masjid Nahdliyin mengindikasikan adanya keterhubungan dengan berbagai isu sosiopolitis tersebut. Penelitian ini bertujuan menggali dan mempelajari berbagai pola dan strategi representasi identitas pada arsitektur masjid komunitas, khususnya masjid Nahdliyin, dan hubungannya dengan konteks sosio-politis setempat. Karena penelitian ini bersifat eksploratif, maka penelitian pendahuluan dilakukan terlebih dahulu sebelum menentukan metode yang tepat bagi penelitian utama. Groundedtheory research digunakan sebagai metode penelitian utama karena fleksibilitasnya terhadap pengembangan kasus atau objek studi berdasarkan kebutuhan membangun teori substantif. Metode ini juga memiliki kekuatan dalam menemukenali keragaman dan kompleksitas pola sebagai satu kesatuan proses aksi – interaksi berdasarkan pengalaman dan pandangan intersubjektif komunitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya representasi identitas ditempuh tidak hanya melalui strategi afirmasi identitas secara eksplisit maupun implisit, namun juga dengan cara disafirmasi identitas melalui penggubahan, penghilangan, atau peniruan elemen-elemen arsitektur. Elemen-elemen arsitektur yang menjadi representasi identitas memiliki makna ideologis, kultural, dan politis yang penting bagi masing-masing kelompok atau sub-kultur keislaman. Resistensi dan negosiasi terhadap berbagai elemen arsitektur masjid menunjukkan arti penting elemenelemen tersebut sebagai elemen representasi identitas. Selain itu, elemen-elemen representasi identitas tersebut juga digunakan untuk menampilkan maupun menyamarkan identitas afiliatif pada masjid-masjid komunitas. Sebagian besar masjid komunitas berafiliasi, terutama masjid Nahdliyin, menempuh strategi afirmasi identitas implisit dengan pemanfaatan berbagai elemen ikonografis dan elemen simbolis untuk menampilkan identitas afiliatifnya. Sementara itu, pada masjid-masjid komunitas tanpa afiliasi, elemen-elemen identitas dari masingmasing kelompok mengalami negosiasi sekaligus resistensi hingga tercapai kesepahaman atau kesepakatan bersama. Terlepas dari perbedaan pola dan strategi representasi identitas yang ditempuh, terdapat kesadaran bersama terhadap isu sosio-politis yang dipandang penting. Berbagai pola dan strategi representasi identitas pada arsitektur masjid menjadi salah satu langkah prevensi konflik agar tercipta lingkungan religius yang damai dan toleran. Kontribusi penelitian ini adalah untuk mengusulkan teori substantif di dalam diskursus keilmuan arsitektur mengenai afirmasi – disafirmasi identitas dan hubungannya dengan upaya prevensi konflik di ruang publik. Lebih jauh, pemahaman akan interaksi dan konflik sangat penting untuk memahami hubungan manusia dengan tempat. Pada konteks tertentu, ruang publik dapat menjadi lokus bagi kontestasi politis antar kelompok masyarakat. Dinamika interaksi dapat menyebabkan dinamika hubungan manusia dan tempat. Selain menimbulkan pembelaan dan keterikatan yang makin besar dengan tempat (place-attachment), interaksi dan konflik juga dapat mengakibatkan terjadinya place-detachment. Place-detachment dapat muncul pada situasi di mana segala proses negosiasi dan resistensi tidak menghasilkan sebuah tempat yang representatif bagi nilai-nilai yang dihargai oleh komunitas tertentu. Di dalam penelitian ini, place-detachment juga menjadi salah satu jalan resolusi konflik. Salah satu kelompok melepaskan segala keterikatannya dengan sebuah tempat sebagai jalan keluar di tengah kebuntuan proses interaks