digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Metal-organic frameworks (MOFs) tipe CuBDC tersusun atas kluster ion logam Cu2+ dan ligan 1,4-benzendikarboksilat (BDC) dengan secondary building units (SBUs) Cu2(BDC)2 telah berhasil disintesis melalui metode elektrosintesis. Elektrosintesis CuBDC dilakukan selama 2 jam pada temperatur ruang dengan kerapatan arus sebesar 10 mA/cm2, variasi tegangan 5-15 V dan variasi cairan ionik [bmim][BF4], [bmim][DCA] dan MTBS (0,5 dan l mmol/10 mL DMF) sebagai elektrolit. CuBDC hasil elektrosintesis dikarakterikasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Powder X-Ray Diffraction (PXRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Thermogravimetric Analysis (TGA) dan fisisorpsi nitrogen. Ukuran rata-rata kristalit dan produktivitas CuBDC hasil elektrosintesis dibandingkan dengan metode solvotermal. Data FTIR mengkonfirmasi bahwa ligan BDC telah terkoordinasi pada ion logam Cu2+ yang ditandai dengan pergeseran bilangan gelombang vibrasi gugus karbonil BDC ke arah lebih kecil yaitu dari 1680 ke 1667 cm-1 Pola khas puncak difraksi sinar-X CuBDC ditunjukkan pada 2() 10,23°; 17,26° dan 24,96°. CuBDC hasil elektrosintesis menunjukkan stabilitas termal hingga 325 °C. Elektrosintesis CuBDC dengan variasi cairan ionik [bmim][BF4], [bmim][DCA] dan MTBS menghasilkan ukuran rata-rata kristalit dan produktivitas berturut-turut sebesar 24,7 run; 22,1 nm; 20,5 run dan 236 mg/jam, 69 mg/jam, 291 mg/jam sedangkan metode solvotermal sebesar 27,3 nm dan 37 mg/jam. Luas permukaan BET CuBDC hasi l elektrosintesis dengan variasi cairan ionik [bmirn][BF4], [bmim][DCA] dan MTBS berturut-turut sebesar 72,8 m 2/g; 60,5 m 2/g dan 57,1 m2/g. Proses de-gas pada CuBDC hasil elektrosintesis menunjukkan pola khas puncak difraksi sinar-X yang berbeda. Hal tersebut mengindikasikan adanya perubahan struktur CuBDC dari sistem kristal monoklinik ke triklinik akibat hilangnya koordinasi molekul DMF. Penggunaan cairan ionik pada elektrosintesis MOFs tipe CuBDC menghasilkan ukuran rata-rata kristalit lebih kecil dan produktivitas per jam 7x lebih tinggi dibandingkan metode solvotermal.