Pengambilan keputusan dalam pemulihan tempat yang telah mengalami perubahan
fisik yang cukup besar, selama ini lebih didominasi pertimbangan aspek
keselamatan dan teknis fisik pembangunan yang lebih dominan. Perubahan tempat
yang terjadi akibat bencana ataupun peristiwa lain yang tidak diharapkan, dapat
mempengaruhi psikologi penghuninya, terlebih penghuni yang sudah lama
menetap. Penghuni tidak saja mengalami perubahan tempat karena peristiwa yang
tak terduga, namun keputusan penciptaan tempat dalam perencanaan pemulihan
sendiri juga sering memaksakan perubahan yang lebih besar yang harus dialami
penghuni, sehingga kerap menimbulkan masalah. Dalam hal pemindahan lokasi
(relokasi) dan disain tempat, meski perencanaan telah dirancang dengan sebaik
mungkin mengikuti kaidah-kaidah perencanaan yang tepat, namun sering terjadi
penolakan. Ini menunjukan bahwa perencanaan tidak cukup hanya
mempertimbangkan persoalan fisik yang kasat mata (tangible) namun juga harus
mempertimbangkan persoalan yang tidak terlihat (intangible), yaitu hubungan
emosional individu atau kelompok terhadap tempat yang disebut sense of place,
yang sangat mempengaruhi ekspektasi dan kepuasan akan tempat bagi individu
maupun kelompok.
Namun persoalannya bagaimana dengan sense of place sendiri apakah setelah
mengalami bencana akan tetap bertahan atau mengalami perubahan? Dari hasil
penelitian sebelum, masih belum memberikan kepastian, sebagian penelitian
terdahulu menyatakan sense of place mengalami perubahan akibat bencana, dari
hubungan emosional yang positif terhadap tempat (topophilia) berubah menjadi
negatif seperti rasa takut atau trauma terhadap tempat (topophobia). Namun
sebagian peneliti menyatakan peristiwa bencana tidak mempengaruhi adanya
perubahan sense of place. Sehingga perlunya penelitian pengaruh perubahan dan
penciptaan tempat terhadap sense of place, untuk dapat mengungkapkan kemana
sebenarnya arah keinginan individu atau kelompok dalam keputusan penciptaan
tempat.
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan pengaruh perubahan dan penciptaan
tempat terhadap sense of place. Penelitian ini juga mengungkapkan bagaimana
eksistensi sense of place setelah mengalami bencana, apakah mengalami perubahan
atau tidak baik akibat perubahan fisik tempat yang tidak diinginkan maupun yang
diinginkan (placemaking). Penelitian dilakukan pada kawasan wisata yang
terdampak bencana besar, aspek pariwisata sebagai faktor eksternal yang diangkat
dalam menggali adakah pengaruhnya pada perubahan sense of place bagi
masyarakat penghuni. Studi kasus yang dipilih adalah kawasan Lava Tour Merapi,
Kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Metodologi penelitian yang dipakai adalah perpaduan kualitatif-kuantitatif (mixed
method eksplanatori sequensial) yang dikombinasikan dengan prosedur
transformasi dengan tahapan Quan-Qual. Penelitian lebih bersifat induktif dengan
faktor terbentuk secara simultan timbal balik. Analisis data-data primer diperoleh
dari hasil wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus, berupa catatan
wawancara dan diskusi, dilakukan seleksi dan disarikan ke dalam variabel-variabel
yang telah ditentukan, sehingga diperoleh inti informasi yang dikuatkan dengan
hasil diskusi kelompok masyarakat dan pembuatan peta oleh masyarakat sendiri.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa adanya perubahan dimensi sense of
place pada beberapa objek tempat yang dipengaruhi oleh adanya perubahan dan
penciptaan tempat. Aspek pariwisata memperkuat kedudukan sense of place dalam
bentuk yang berbeda dari sebelum bencana. Ada sebagian penataan dan disain
tempat yang tetap dipertahankan seperti sebelum maupun sesudah mengalami
bencana, namun ada juga terjadinya penciptaan tempat (placemaking). Sebagian
objek bertahan pada dimensi positif, sense of place dan sebagian mengarah pada
dimensi negatif yaitu placelessness. Namun secara signifikan tidak ada perubahan
dimensi topophilia ke arah topophobia. Penelitian ini memberikan kontribusi
substantif dalam teori sense of place dan penciptaan tempat yaitu bahwa meski
bencana atau peristiwa yang tidak diinginkan menyebabkan perubahan tempat, tapi
tidak selalu berarti mempengaruhi terjadinya perubahan sense of place.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari teori-teori sense of place sebelumnya,
menjelaskan pengaruh perubahan tempat yaitu perubahan pergerakan, perubahan
fungsi dan perubahan nilai budaya terhadap sense of place, akibat adanya
peristiwa yang tidak diharapkan maupun yang diharapkan pada proses penciptaan
tempat (placemaking). Kontribusi ini diharapkan dapat menjadi landasan praktis
perencanaan pemulihan tempat khususnya pada kawasan wisata yang berorientasi
pada aspek humanitas dan karakteristik lokal. Hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat dijadikan acuan dalam keputusan penetapan tempat tinggal baru dan
perubahan desain tempat dalam perencanaan pemulihan setelah bencana.