digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


COVER Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

BAB 1 Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

BAB 2 Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

BAB 3 Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

BAB 4 Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

BAB 5 Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

PUSTAKA Opstaria Saptarini
PUBLIC yana mulyana

Penyakit infeksi adalah salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara berkembang. Di Indonesia infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian dan penyebab penyakit di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian kesehatan dasar, prevalensi penyakit menular di Indonesia masih tinggi seperti yang ditunjukkan pada tingkat kejadian pada pneumonia, hepatitis dan diare yang masing-masing menyumbang 1,8; 4,5 dan 7,0%. Penyakit infeksi umumnya diobati dengan antibiotik. Studi telah mengungkapkan 40-62% penggunaan antibiotik yang tidak tepat, termasuk penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak terindikasi, yang dapat menyebabkan resistensi mikroba. Ini menimbulkan tantangan bagi penemuan alternatif untuk melawan infeksi mikroba dan produk alami, termasuk tanaman obat, bisa menjadi sumber untuk pengembangan zat antibakteri. Picung (Pangium edule Reinw.) adalah tumbuhan yang umumnya tumbuh di tepi sungai, daerah yang berair, hutan, dan kebun masyarakat. Picung merupakan tumbuhan asli yang hidup di Asia Tenggara yang secara empiris telah terbukti dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. Selain itu picung dalam bentuk ekstrak telah banyak diteliti kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri baik Gram positif maupun bakteri Gram negatif antara lain Micrococcus luteus, Staphylococcus aureus, Alcaligenes eutrophus, Eschericia coli dan Enterobacter aerogenes. Picung diketahui memiliki kandungan asam sianida yang tinggi, baik pada bagian batang, daun, dan buahnya. Asam sianida bersifat racun, akan tetapi mudah dihilangkan karena sifatnya yang larut dalam air dan menguap pada suhu 26°C pada pencucian. Daging biji buah picung mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, terpenoid/steroid dan polifenol. Simplisia biji picung (Pangium edule Reinw.) yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika Bogor (Balitro) Jawa Barat. Simplisia yang diperoleh diekstraksi dengan metode refluks menggunakan pelarut etanol 96% dan diperoleh ekstrak etanol. Ekstrak etanol ditambahkan dengan air panas kemudian disaring saat masih panas. Filtrat difraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-cair dengan pelarut yang berbeda kepolarannya hingga diperoleh fraksi n-heksana, fraki etil asetat dan fraksi air. Ekstrak dan fraksi biji picung diuji aktivitas antibakterinya dengan metode mikrodilusi terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif yaitu S. aureus (ATCC 6538), MRSA, B. subtilis (ATCC 6633), dan bakteri Gram negatif yaitu P. aeruginosa (ATCC 9027), E. coli (ATCC 8939), dan S. typhi (ATCC 1408). Hasil pengujian ini di gunakan untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum ekstrak biji picung. Pengujian ini dibandingkan dengan antibiotik standar amoksisilin dan tetrasiklin. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan ketiga fraksi akan diperoleh fraksi teraktif. Untuk selanjutnya maka fraksi aktif dilakukan penentuan time-kill curve untuk mengetahui efeknya sebagai bakterisida atau bakteriostatika. Fraksi etil asetat yang aktif lebih lanjut dilakukan pemisahan selanjutnya dengan menggunakan metode kromatografi cair vakum untuk memperoleh subfraksi dari fraksi aktif. Subfraksi dengan profil yang sama digabung hingga diperoleh beberapa subfraksi gabungan. Gabungan subfraksi yang diperoleh masing-masing di uji aktivitas antibakterinya untuk mendapatkan subfraksi aktif terhadap bakteri uji. Fraksi aktif dan subfraksi aktif kemudian dilakukan pengujian lokasi kerjanya. Pengamatan hasil pengujian lokasi kerja dengan menggunakan alat SEM dan TEM serta dengan metode kebocoran membran. Ekstrak etanol biji picung dilakukan uji toksisitas akut dengan hewan uji mencit betina. Terdapat tiga kelompok pengujian yaitu kelompok kontrol, kelompok dosis rendah berupa dosis pemakaian ekstrak picung 500 mg/kg BB, kelompok 1000 mg/kg BB, kelompok 5000 mg/kb BB. Pengujian ditambahkan dua dosis berikutnya karena tidak ada gejala toksik yang timbul yaitu dosis 10.000 mg/kg BB dan 15.000 mg/Kg BB. Pengamatan perilaku dan jumlah kematian hewan uji diamati selama 14 hari. Setelah hari ke 14 hewan uji dibedah untuk melihat adanya gangguan pada organ dalam hewan uji. Data jumlah kematian dihitung dengan metode probit untuk mengetahui LD50 dan bobot badan untuk mengetahui status kesehatan hewan uji. Hasil penapisan fitokimia ekstrak dan fraksi biji picung, diketahui bahwa flavonoid dan tanin positif terdapat pada ekstrak dan fraksi, kecuali fraksi n-heksana dan alkaloid ditemukan pada ekstrak dan fraksi, kecuali fraksi air. Seluruh ekstrak dan fraksi mengandung steroid/triterpenoid. Pada pengamatan dengan kromatografi lapis tipis, baik ekstrak dan fraksi n-heksana serta fraksi etil asetat semua menunjukkan adanya kandungan steroid/triterpenoid. Pada kromatogram subfraksi aktif hasil KCV terlihat adanya dua spot yang berbeda yang diduga mengandung senyawa stigmasterol dan asam lemak. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air dengan metode difusi agar terhadap bakteri S. aureus, MRSA, B. subtilis, P. aeruginosa, E. coli, dan S. typhi diketahui bahwa diameter daerah jernih (zona bening) terbesar terdapat pada konsentrasi 1 %. Fraksi yang paling aktif pada bakteri uji adalah fraksi etil asetat. Pada uji aktivitas aktibakteri dengan metode mikrodilusi menunjukkan bahwa fraksi etil asetat biji picung memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri lebih kuat jika dibandingkan dengan fraksi lainnya dimana nilai KHM antara 256–512 µg/mL. Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya kandungan terpenoid/steroid, tanin dan flavonoid yang terkandung di dalam fraksi etil asetat. Subfraksi biji picung (G1-8) yang diuji aktivitas antibakterinya dengan metode difusi menunjukkan kemampuan penghambatan terhadap 3 bakteri uji yaitu S. aureus, E. coli dan P. aeruginosa namun dengan konsentrasi 1% hanya menunjukkan diameter hambat paling besar yaitu 11 mm terhadap bakteri E. coli. Pengamatan SEM dilakukan terhadap sel bakteri E. coli dan S. aureus yang terpapar fraksi aktif (512 ?g/mL) dan subfraksi aktif (1024 ?g/mL) hasilnya menunjukkan kedua sel bakteri tersebut mengalami perubahan bentuk/morfologi pada dinding sel. Terlihat adanya pengerutan, penyusutan dan rusaknya dinding sel bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan SEM diduga mekanisme kerja sampel uji terkait dengan kemampuan menghambat biosintesis dinding sel bakteri dan kerusakan pada dinding sel bakteri. Hal ini didukung dengan hasil pengamatan TEM yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri S. aureus yang terpapar fraksi aktif (512 ?g/mL) dan subfraksi aktif (1024 ?g/mL) mengalami kebocoran sel (lisis). Lisis sel bakteri S. aureus buktikan dengan pengujian kebocoran membran bakteri yang memperlihatkan peningkatan jumlah protein dan asam nukleat yang dikeluarkan oleh sel. Meningkatnya jumlah protein sel yang ditemukan pada permukaan luar sel menunjukkan terjadi kerusakan membran sel atau terjadi perubahan permeabilitas membran sel. Pengamatan toksisitas akut meliputi gejala-gejala toksik yang mungkin timbul diamati secara intensif pada 4 jam pertama setelah pemberian sediaan uji dan di lanjutkan pada jam ke-24. Gejala toksik yang diamati meliputi perubahan perilaku grooming, salivasi, lakrimasi, defekasi, urinasi, katalepsi, tremor, kejang, writhing, serta kematian. Hasil pemeriksaan kualitatif ekstrak biji picung terhadap gejalagejala toksik pada hewan uji mencit disetiap kelompok menunjukkan tanda tanda yang normal, tidak tampak ada perubahan gejala fisik dan perilaku selama pengamatan di semua kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Pada pengamatan jumlah kematian hewan uji tidak terdapat hewan uji yang mati selama pengujian dan tidak terdapat perubahan bobot badan yang signifikan selama 14 hari pengamatan. Ini menandakan bahwa hingga dengan dosis terbesarnya 15.000 mg/kgBB ekstrak biji picung masih dapat dinyatakan aman. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan subfraksi biji picung memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Fraksi dan subfraksi aktif biji picung berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan alat SEM dan TEM dapat diketahui bahwa lokasi kerjanya terdapat pada dinding sel bakteri, karena mampu menyebabkan gangguan permeabilitas dan kerusakan (lisis) pada dinding sel bakteri, dan hal ini ditegaskan dengan pengujian kebocoran membran yang menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah protein dan asam nukleat dari sel bakteri pada supernatan. Pada hasil pengujian toksisitas akut ekstrak etanol biji picung bersifat tidak toksik/aman terhadap hewan uji.