Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, maka perkembangan Kota
Bandung yang berintikan kebudayaan dan masyarakat sunda, bertitik tolak dari corak
kehidupan kampung perdesaan (rural), yang kemudian berkembang menuju ke arah
corak kehidupan perkotaan (urban). Eksistensi kampung menjadi kawasan
permukiman perkotaan di Bandung dengan segala perkembangan dan perubahanperubahan yang terjadi hingga mencapai bentuknya seperti yang dapat kita lihat
sampai hari ini adalah suatu proses panjang seiring dinamika perkembangan kotanya.
Perkembangan dan citra Kota Bandung tidak dapat lepas dari permasalahan dan
eksistensi kampung-kota ini.
Penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi karakteristik perkembangan fisik
dilihat dari perubahan fungsi guna lahan dan persepsi masyara kat terhadap kondisi
fisik, mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi masyarakat kampung,
menganalisis status keberarlanjutan kampung kota, menganalisis keterkaitan antara
karakteristik perkembangan fisik dan sosial ekonomi masyarakat kampung dengan
aspek keberlanjutannya.
Pada tahapan pengolahan data dan analisis, penelitian ini menggunakan beberapa alat
analisis yang digunakan untuk mengolah data yang telah diperoleh pada tahapan
sebelumnya (survey dan pengumpulan data), selain untuk mengolah data alat analisis
yang dipilih juga digunakan untuk menginterpretasikan dari data yang telah diolah.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis superimpose peta,
analisis pembobotan, dan analisis tabulasi silang (crosstab).
Berdasarkan hasil analisis status keberlanjutan kampung, terdapat 6 kampung di
kawasan pusat kota yaitu Kampung Haur Kuning, Sumur Siuk, Banceuy, Melong,
Kebon Salak, dan Babatan yang lebih tinggi penilaian keberlanjutan fisiknya.
Sedangkan untuk yang penilaian keberlanjutan sosial ekonominya lebih tinggi
terdapat pada 4 kampung yaitu, Kampung Cibunut, Cibantar, Legok Kangkung, dan
Pasundan. Untuk yang memiliki penilaian keberlanjutan fisik sama dengan penilaian
keberlanjutan sosial ekonominya terdapat di 2 kampung yaitu Kampung Kebon
Manggu dan Kampung Sukamanah. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan,
ii
karakteristik fisik adalah aspek yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap aspek
keberlanjutan kampung dibandingkan dengan karakteristik ekonomi sosial. Terbukti
dengan lebih besarnya persentase variabel karakteristik fisik yang berkaitan erat
dengan aspek keberlanjutan kampung kota. Dalam hal ini dari 28 variabel sosial
ekonomi terdapat 12 variabel (Tingkat Biaya Sampah dan Keamanan, Tingkat
Aspirasi dan Tanggap Masyarakat, Pendapatan Rumah Tangga Responden, Intensitas
Kampung Melaksanakan Olahraga/ senam Massal, Intensitas Kampung
Melaksanakan Acara Hari Besar, Jenis Pekerjaan Responden, Alasan Memilih
Tinggal di Kampung, Biaya Transportasi, Lama Tinggal di Kampung, Seberapa kenal
dengan Tetangga, Intensitas Kampung Melaksanakan Pengajian, Pendidikan
Responden) yang memiliki keterkaitan erat (E) dengan aspek keberlanjutan.
Sementara itu dari 21 variabel fisik terdapat 12 variabel (Tingkat Keamanan
Lingkungan Kampung, Tingkat Kenyamanan Lingkungan Kampung, Kondisi
Fasilitas Olahraga, Kondisi Ruang Terbuka Hijau, Kondisi Aksesibilitas dan Jaringan
Jalan, Kondisi Jaringan Telekomunikasi, Koefisien Lantai Bangunan, Kondisi
Fasilitas Kesehatan, Tingkat Keindahan Lingkungan Kampung, Kondisi Fasilitas
Perdagangan, Kondisi Fasilitas Pendidikan, Kondisi Jaringan Drainase) yang
memiliki keterkaitan erat (E) dengan aspek keberlanjutan. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa keberlanjutan kampung lebih dipengaruhi oleh karakteristik fi sik
kawasan
Perpustakaan Digital ITB