digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Seperti halnya kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, maka perkembangan Kota Bandung yang berintikan kebudayaan dan masyarakat sunda, bertitik tolak dari corak kehidupan kampung perdesaan (rural), yang kemudian berkembang menuju ke arah corak kehidupan perkotaan (urban). Eksistensi kampung menjadi kawasan permukiman perkotaan di Bandung dengan segala perkembangan dan perubahanperubahan yang terjadi hingga mencapai bentuknya seperti yang dapat kita lihat sampai hari ini adalah suatu proses panjang seiring dinamika perkembangan kotanya. Perkembangan dan citra Kota Bandung tidak dapat lepas dari permasalahan dan eksistensi kampung-kota ini. Penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi karakteristik perkembangan fisik dilihat dari perubahan fungsi guna lahan dan persepsi masyara kat terhadap kondisi fisik, mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi masyarakat kampung, menganalisis status keberarlanjutan kampung kota, menganalisis keterkaitan antara karakteristik perkembangan fisik dan sosial ekonomi masyarakat kampung dengan aspek keberlanjutannya. Pada tahapan pengolahan data dan analisis, penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis yang digunakan untuk mengolah data yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya (survey dan pengumpulan data), selain untuk mengolah data alat analisis yang dipilih juga digunakan untuk menginterpretasikan dari data yang telah diolah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis superimpose peta, analisis pembobotan, dan analisis tabulasi silang (crosstab). Berdasarkan hasil analisis status keberlanjutan kampung, terdapat 6 kampung di kawasan pusat kota yaitu Kampung Haur Kuning, Sumur Siuk, Banceuy, Melong, Kebon Salak, dan Babatan yang lebih tinggi penilaian keberlanjutan fisiknya. Sedangkan untuk yang penilaian keberlanjutan sosial ekonominya lebih tinggi terdapat pada 4 kampung yaitu, Kampung Cibunut, Cibantar, Legok Kangkung, dan Pasundan. Untuk yang memiliki penilaian keberlanjutan fisik sama dengan penilaian keberlanjutan sosial ekonominya terdapat di 2 kampung yaitu Kampung Kebon Manggu dan Kampung Sukamanah. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan, ii karakteristik fisik adalah aspek yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap aspek keberlanjutan kampung dibandingkan dengan karakteristik ekonomi sosial. Terbukti dengan lebih besarnya persentase variabel karakteristik fisik yang berkaitan erat dengan aspek keberlanjutan kampung kota. Dalam hal ini dari 28 variabel sosial ekonomi terdapat 12 variabel (Tingkat Biaya Sampah dan Keamanan, Tingkat Aspirasi dan Tanggap Masyarakat, Pendapatan Rumah Tangga Responden, Intensitas Kampung Melaksanakan Olahraga/ senam Massal, Intensitas Kampung Melaksanakan Acara Hari Besar, Jenis Pekerjaan Responden, Alasan Memilih Tinggal di Kampung, Biaya Transportasi, Lama Tinggal di Kampung, Seberapa kenal dengan Tetangga, Intensitas Kampung Melaksanakan Pengajian, Pendidikan Responden) yang memiliki keterkaitan erat (E) dengan aspek keberlanjutan. Sementara itu dari 21 variabel fisik terdapat 12 variabel (Tingkat Keamanan Lingkungan Kampung, Tingkat Kenyamanan Lingkungan Kampung, Kondisi Fasilitas Olahraga, Kondisi Ruang Terbuka Hijau, Kondisi Aksesibilitas dan Jaringan Jalan, Kondisi Jaringan Telekomunikasi, Koefisien Lantai Bangunan, Kondisi Fasilitas Kesehatan, Tingkat Keindahan Lingkungan Kampung, Kondisi Fasilitas Perdagangan, Kondisi Fasilitas Pendidikan, Kondisi Jaringan Drainase) yang memiliki keterkaitan erat (E) dengan aspek keberlanjutan. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa keberlanjutan kampung lebih dipengaruhi oleh karakteristik fi sik kawasan