Air kelapa yang mengandung kadar gula 2,08 mg/100g, dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam asetat. Air kelapa sebagian besar hanya terbuang sebagai limbah. Air kelapa yang terbuang merupakan sumber polusi bagi lingkungan karena nilai “ Biologycal Oxygen Demand”(BOD) sangat tinggi, sekitar 40.000 mg/l. Dalam upaya peningkatan pemahaman konsep reaksi-reaksi yang terjadi pada karbohidrat contohnya proses fermentasi limbah air kelapa menjadi asam asetat, merupakan salah satu contoh kasus yang dapat diterapkan dalam pengajaran kimia di SMA. Pada penelitian ini, digunakan dua jenis kultur, Saccharomyces cerevisiae (laboratorium dan pasar) serta kamboucha sehingga diketahui kultur yang paling baik untuk menghasilkan asam asetat.
Tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengaktifan inokulum, fermentasi, dilanjutkan dengan destilasi serta diakhiri dengan karakterisasi destilat melalui penentuan pH, warna, aroma, uji kuantitatif asam asetat dan konsentarsi total asam asetat.
Pengaktifan inokulum ragi S. cerevisiae laboratorium [ragi ?LE2(803)] dan ragi pasar, dilakukan dalam media padat YEPD. Kemudian diambil koloni tunggal dipindahkan kedalam media cair YEPD. Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC, 150 rpm selama 2 x 24 jam. Selanjutnya ragi dalam media cair YEPD tersebut dipindahkan sebanyak 10 % kedalam 3 macam media cair air kelapa yaitu media air kelapa dan santan encer (AK-S), air kelapa dan pepton 1 % (AK-P) serta air kelapa 10 % (AK 10%). Kemudian di inkubasi pada suhu 30oC, 150 rpm selama 2 x 24 jam. Untuk mengadaptasi ragi dalam media air kelapa, pengaktifan juga dilakukan pada suhu ruang, 150 rpm selama 2 x 24 jam. Kemudian untuk proses fermentasi digunakan media ragi dalam air kelapa 10 % sebagai media aktivasi dalam media fermentasi air kelapa yang terdiri dari 0,3 % urea, 0,8 % amoniumfosfat dan 5 % gula.
Proses fermentasi oleh ragi dilakukan dalam dua macam kondisi yaitu pengocokan kontinyu dan pengocokan tiap 12 jam. Untuk inokulum kamboucha, langsung digunakan pada media fermentasi air kelapa. Dibuat pula kultur kamboucha B yaitu 10 % (v/v) dari kamboucha A. Fermentasi dilakukan selama 7 x 24 jam pada suhu ruang.
Pengukuran pH setelah fermentasi untuk pengocokan kontinyu pada ragi ?LE2(803) turun dari 7,35 menjadi 4,71 sedangkan pada ragi pasar turun menjadi 6,37. Untuk pengocokan tiap 12 jam, pH ragi ?LE2(803) menjadi 4,05 dan ragi pasar menjadi 6,07. Untuk kamboucha A pH turun menjadi 5,11 dan pada kamboucha B menjadi 5,86. pH destilat fraksi suhu < 75oC untuk ragi ?LE2(803) kontinyu adalah 5,13; ragi?LE2(803)per12jam adalah 8,70; ragi pasarkontinyu adalah 9,05; ragi pasarper12jam adalah 8,44; kamboucha A adalah 8,26 dan kamboucha B adalah 8,41. Sedangkan pH fraksi suhu + 98oC, untuk ragi ?LE2(803)kontinyu adalah 3,39; ragi ?LE2(803)per12jam adalah 4,09; ragi pasarkontinyu adalah 5,43 dan ragi pasarper12jam adalah 4,19; kamboucha A 3,71 dan kamboucha B 2,81.
Destilat yang memiliki pH rendah dilakukan uji organoleptik untuk menguji adanya wangi etil asetat, menunjukkan semua sampel memiliki aroma kurang wangi. Semua destilat ragi ?LE2(803) dengan pengocokan kontinyu dan pengocokan tiap 12 jam memiliki angka rata-rata 1,5; ragi pasarkontinyu 1,9; ragi pasarper12jam 1,5; kamboucha A 1,6 dan kamboucha B sebesar 1,9. Untuk uji kualitatif asam asetat dengan menggunakan larutan besi(III)klorida semua sampel destilat dengan pH rendah menunjukkan hasil positif, hal ini diketahui dari terbentuknya endapan coklat merah yaitu kompleks besi dan ion asetat. Sedangkan pada penentuan konsentrasi total asam asetat diperoleh produk total asam ragi ?LE2(803)kontinyu 0,139 M dan 0,327 M; ragi ?LE2(803)per12jam 0,079 M; ragi pasarkontinyu 0,130 M; ragi pasarper12jam 0,162 M; kamboucha A 0,392 M dan kamboucha B 0,242 M. Konsentrasi total asam asetat terbesar pada destilat dari ragi ?LE2(803) dan kamboucha A. Dari semua data hasil penelitian ini menunjukkan inokulum ragi ?LE2(803) dan kamboucha A yang paling baik dalam biokonversi limbah air kelapa menjadi asam asetat.
Perpustakaan Digital ITB