Katarak yang menjadi penyebab utama kebutaan dapat berupa penyakit primer (pure katarak) atau sekunder sebagai akibat komplikasi penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus (DM). Baik katarak maupun DM masih menjadi problem kesehatan di Indonesia. Angka kejadian kedua penyakit ini tinggi, ditambah dengan tingkat kecacatan dan kematian yang juga tinggi. Hal ini berpengaruh pada kualitas hidup manusia. Penyebab (etiologi) dan patogenesis kedua penyakit ini masih menjadi objek penelitian, termasuk keterlibatan penurunan fungsi mitokondria sebagai penghasil energi (dalam bentuk molekul ATP), baik melalui siklus asam sitrat maupun fosforilasi oksidatif. Penurunan fungsi tersebut, di tingkat molekul, dapat disebabkan oleh mutasi pada DNA mitokondria (mtDNA). Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa perbedaan urutan nukleotida mtDNA fenotipe pure katarak dan DM tipe II yang disertai katarak dengan revised Cambridge Reference Sequence (rCRS). Umumnya, perbedaan tersebut lestari pada kedua fenotipe, baik bersifat homoplasmi maupun heteroplasmi. Sampai saat ini, hubungan mutasi mtDNA dengan kedua penyakit tersebut masih terus diteliti. Ada 87 sampel berupa spesimen lensa katarak dan urine dari kedua fenotipe yang dikoleksi, tetapi yang telah dianalisis baru sebanyak 16 sampel. Penelitian ini bertujuan menganalisis perbandingan variasi urutan nukleotida mtDNA pada kedua fenotipe dengan rCRS dan fenotipe normal yang difokuskan pada gen pengode tRNA-Phe dan gen pengode 12S rRNA.
Sampel yang digunakan ada empat, yaitu dua spesimen lensa katarak dan dua spesimen urine. Masing-masing satu dari tiap fenotipe. Sampel-sampel tersebut dilisis untuk memperoleh templat mtDNA. Amplifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan untuk memperbanyak informasi fragmen DNA objek penelitian. Primer yang digunakan berada pada posisi 458–479 untuk primer forward (A for) dan posisi 2491–2473 untuk primer reverse (A rev). Produk PCR divisualisasi dengan sinar uv setelah dielektroforesis menggunakan media gel agarosa 0,7% (b/v). Hasil amplifikasi yang menunjukkan satu pita berdasarkan elektroforesis gel agarosa ditentukan urutan nukleotidanya dengan metode dideoksi Sanger (Direct sequencing). Urutan nukleotida mtDNA yang diperoleh dari hasil sekuensing tersebut dianalisis secara in silico dengan software DNAStar program SeqMan. Hasil analisis ini dikonfirmasi dengan berbagai informasi dari database yang ada di mitomap.
Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan pita tunggal dengan ukuran + 2 kb. Sekuensing produk PCR dilakukan dengan menggunakan satu primer (A for) sehingga dihasilkan sekuens sebanyak 950 basa. Jumlah nukleotida yang dianalisis sebanyak 508 basa pada posisi urutan 554–1062. Urutan nukleotida mtDNA ini merupakan daerah gen pengode tRNA-Phe dan sebagian gen pengode 12S rRNA. Hasil analisis penjajaran keempat sampel dengan rCRS dan urutan nukleotida fenotipe normal menunjukkan kesamaan pada kedua gen, kecuali di dua titik. Perbedaan nukleotida yang diperoleh adalah g709A dan a750G. Varian tersebut telah dilaporkan sebagai polimorfisme pada gen pengode 12S rRNA. Gen spesifik yang berhubungan dengan kedua fenotipe penyakit diduga berada di daerah lain. Untuk itu, perlu dilakukan analisis sekuens genom mitokondria pada kedua fenotipe. Berikutnya perlu dilakukan studi prevalensi varian yang diperoleh serta studi histokimia untuk membuktikan secara eksperimental hubungan varian terhadap penyakit. Terbuktinya hubungan antara mutasi/varian mtDNA dengan penurunan fungsi mitokondria yang menjadi penyebab penyakit ini bermanfaat pada penanganan/terapi secara lebih rasional, misalnya kemungkinan dikembangkannya pendekatan gene therapy.
Perpustakaan Digital ITB