Baterai ion litium merupakan salah satu komoditas utama dunia saat ini. Secara umum baterai ion litium terdiri atas katoda, anoda, elektrolit dan konduktor yang menghubungkan suatu sirkuit. Pengembangan terbaru dari baterai ion litium adalah penggunaan polimer elektrolit sebagai pemisah antara komponen katoda dan anodanya. Sehubungan dengan isu lingkungan hidup dan luasnya penggunaan baterai ion litium maka pemisah berupa polimer elektrolit yang dapat terbiodegradasi merupakan suatu penelitian yang menarik untuk dikembangkan. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan polimer elektrolit dengan mencampurkan selulosa asetat dengan sejumlah garam litium, kemudian dilakukan karakterisasi sifat mekanik dengan alat uji tarik, hantaran dengan EIS (Electrochemical Impedance Spectrosocy), dan kestabilan termal dengan DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermo Gravimetric Analysis). Dengan meningkatnya konsentrasi litium perklorat (LiClO4) dalam polimer elektrolit terjadi peningkatan sifat mekanik dan konduktivitas membran. Kekuatan tekan (stress) dan kekuatan regang (strain) maksimal diperoleh pada polimer elektrolit dengan komposisi litium perklorat (LiClO4) sebesar 15 %, konduktifitas
meningkat dari 2,28 X 10-6 S/cm menjadi 1,18 X 10-4 S/cm untuk peningkatan
kadar litium perklorat (LiClO4) dari 5 % menjadi 20 %. Akan tetapi terjadi penurunan sifat termal polimer elektrolit yang ditunjukkan oleh penurunan temperatur degradasi bahan dari 337,5 °C untuk selulosa asetat murni menjadi
258,5 °C untuk polimer elektolit dari selulosa asetat dengan kadar litium perklorat
15%. Berdasarkan pada derajat asetilasi juga diketahui bahwa terjadi peningkatan konduktifitas polimer elektrolit dari 1,31 X 10-5 S/cm menjadi 3,94 X 10-5 S/cm dengan peningkatan derajat asetilasi (DS) dari 2,4 menjadi 2,7. Polimer elektrolit dibuat dari selulosa asetat dengan variasi garam litium perklorat (LiClO4) kemudian dibiodegradasi dalam media cair dengan menggunakan lumpur aktif selama 5, 10, 20, dan 30 hari, kemudian dilakukan karakterisasi melalui analisis pengurangan massa, perubahan gugus fungsi dengan FTIR(Fourier Transform
Infrared), perubahan kristalinitas dengan XRD (X-Ray Diffraction), serta
morfologi dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). Dengan bertambahnya waktu inkubasi dari 5 hari sampai 30 hari terjadi peningkatan persen pengurangan massa, yang menandakan terjadinya peningkatan degradasi polimer. Peningkatan konsentrasi litium perklorat dalam polimer elektrolit terjadi peningkatan kemampuan biodegradasi bahan sampai batas fraksi LiClO4 15 %, kemudian diikuti dengan penurunan kemampuan biodegradasi untuk polimer elektrolit dengan fraksi LiClO4 20 %. Dari hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) ditunjukkan bahwa setelah proses biodegradasi selama 30 hari terjadi peningkatan intensitas serapan pada daerah
3420-3450 cm-1 yang menandakan gugus fungsi –OH meningkat dan penurunan
intensitas serapan pada daerah 1747,51 cm-1 yang menunjukkan gugus fungsi C-O dari ester berkurang, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam proses biodegradasi bakteri mensekresikan suatu enzim untuk menghidrolisis gugus asetil dari selulosa asetat, kemudian memakan bagian-bagian rantai utama selulosa hingga proses biodegradasi selesai. Dari hasil analisis kristalinitas terlihat penurunan derajat kristalinitas dari 45% menjadi 39% setelah proses biodegradasi selama 30 hari, yang menandakan proses biodegradasi mengubah polimer elektrolit dari fasa kristalin menjadi fasa yang lebih amorf. Berdasarkan pada foto SEM (Scanning Electron Microscope) teramati adanya rongga-rongga dan rekahan setelah proses biodegradasi, yang menandakan telah terjadi proses biodegradasi pada membran. Beberapa analisis menunjukkan bahwa polimer
elektrolit dengan kadar litium perklorat 15 % memiliki kemampuan terbiodegradasi paling maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka polimer elektrolit berbahan selulosa asetat dengan litium perklorat dapat diusulkan sebagai polimer elektrolit ramah lingkungan untuk aplikasi baterai ion litium.
Perpustakaan Digital ITB