Menurut Badan Energi Dunia, permintaan energi dunia akan meningkat sebesar
45% sampai dengan 2030. Delapanpuluh persen dari energi tersebut bersumber dari bahan bakar fosil yang sulit untuk diperbaharui. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, di mana cadangan minyak dan gas bumi diperkirakan hanya bertahan hingga 25 tahun. Peningkatan permintaan bahan bakar tanpa diimbangi dengan ketersediaannya yang cukup akan menimbulkan krisis energi di masa mendatang. Untuk mengatasi ancaman krisis energi tersebut, maka perlu dicari sumber penghasil bahan bakar alternatif baru yang terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Bahan bakar yang berasal dari minyak nabati, merupakan kandidat pengganti bahan bakar fosil yang baik. Keunggulan dari bahan bakar nabati dibandingkan dengan bahan bakar fosil yaitu mudah terbarukan, ramah lingkungan, dan ketersediaannya terjamin.
Di berbagai negara, minyak nabati yang bersumber dari jagung, tanaman jarak, kelapa sawit, dan kedelai telah banyak dikembangkan untuk bahan bakar. Namun, penggunaan minyak nabati tersebut akan bersaing dengan kebutuhan pangan. Oleh sebab itu, pengembangan sumber bahan bakar nabati baru seharusnya tidak mengganggu ketersediaan pangan. Salah satu sumber organisme potensial yang memiliki kandungan lipid/minyak tinggi untuk dijadikan bahan baku biodiesel adalah mikroalga laut Navicula sp.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari komposisi nutrien medium pertumbuhan Navicula sp. yang optimum dalam rangka produksi lipid. Media
pertumbuhan yang diuji yaitu medium air laut, medium Walne, dan medium modifikasi (medium air laut yang diperkaya dengan nitrogen, fosfor, dan silikon).
Metodologi penelitian meliputi kultivasi mikroalga, ekstraksi lipid, pembuatan biodiesel. Kandungan trigliserida dan biodiesel ditentukan dengan menggunakan spektrometri massa. Selain itu, uji nyala, nilai viskositas, massa jenis ,dan energi dalam dari biodiesel yang dihasilkan juga ditentukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroalga laut Navicula sp. dalam medium modifikasi lebih baik dibandingkan pertumbuhannya di dalam medium air laut dan Walne. Kepadatan sel tertinggi untuk pertumbuhannya dalam medium modifikasi berada pada hari ke-7 sebesar 21,6 juta sel/mL, sedangkan dalam medium air laut dihasilkan 1,38 juta sel/mL pada hari ke-6 dan dalam medium Walne sebesar 16,1 × 106 sel/mL pada hari ke-6. Kerapatan biomassa yang dihasilkan untuk pertumbuhannya dalam medium modifikasi, medium
Walne, dan medium air laut berturut-turut 2,54; 2,16; dan 0,68 g/L kultur. Perbandingan konsentrasi (dalam mg/L) N:P:Si terbaik pada medium modifikasi adalah 40:1:13.
Mikrolaga laut Navicula sp. menghasilkan lipid netral yang mengandung POP (10,65%), POO (39,54%), dan OOLn (49,81%). Kadar lipid total yang diperoleh dari Navicula sp. yang ditumbuhkan dalam medium modifikasi dan Walne berturut-turut adalah 34,16% dan 26,64% massa basah, dengan produktivitas lipid berturut-turut 124 dan 90 µL/L kultur/hari.
Biodiesel dari mikroalga menunjukkan nyala saat dibakar. Nilai viskositas kinematik, massa jenis, dan energi dalam dari biodiesel mikroalga berturut-turut adalah 1,299 mm2/s, 0,8347 g/mL, dan 0,90 kJ/mL. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa mikroalga laut Navicula sp. merupakan sumber potensial untuk produksi lipid sebagai bahan baku biodiesel.
Perpustakaan Digital ITB