Macaranga atau yang biasa dikenal dengan nama mahang-mahangan merupakan salah satu genus dari famili Euphorbiaceae, terdiri dari 300 spesies dengan penyebaran yang relatif luas, mulai dari Afrika dan Madagaskar di bagian barat hingga ke wilayah tropik Asia, Australia utara, dan kepulauan Pasifik di bagian timur. Dari total 300 spesies yang ada, 125 diantaranya berada di Indonesia. Kajian fitokimia terhadap kelompok tumbuhan ini masih relatif baru dan terbatas, tetapi dari penelitian yang telah dilaporkan menunjukkan keunikan senyawa- senyawa turunan fenol yang dihasilkannya, khususnya senyawa golongan flavonoid dan stilben. Hasil kajian fitokimia memperlihatkan tumbuhan Macaranga adalah penghasil turunan calkon, dihidrocalkon, flavanon, flavonol, flavanonol, isoflavonoid, dan stilben. Karakteristik dan keunikan senyawa- senyawa Macaranga terletak pada adanya substituen dari berbagai jenis terpenoid yang meliputi turunan prenil (C5), geranil (C10), farnesil (C15), dan labdanil (C20) pada berbagai posisi cincin aromatik. Senyawa-senyawa dari tumbuhan Macaranga memperlihatkan aktivitas yang beragam, antara lain sebagai antioksidan, inhibitor enzim COX, sitotoksik, dan pengatur pertumbuhan tanaman. M. mappa merupakan salah satu spesies Macaranga yang tumbuh di Indonesia. Hingga saat ini baru satu senyawa yang dilaporkan dari M. mappa, yaitu senyawa stilbenoid terprenilasi. Senyawa ini dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik yang sangat aktif (IC50 di bawah 10 ?M) terhadap sejumlah sel kanker manusia, meliputi jenis kanker payudara (MDA-MDB) dan kanker rahim (SK-OV dan SKVLB). Oleh karena itu penelitian lebih lanjut terhadap spesies ini membuka peluang untuk ditemukannya senyawa-senyawa fenol terprenilasi lain yang diharapkan juga memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker lainnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelit ian ini bertujuan untuk mengkaji fitokimia terhadap M. mappa Indonesia, menguji aktivitas antioksidan dan sitotoksiknya, serta mengkaji hubungan struktur-aktivitas sifat antioksidan dan sitotoksik dari senyawa-senyawa turunan fenol yang berhasil diisolasi. Isolasi metabolit sekunder yang dilakukan dari daun M. mappa melibatkan tahapan yang umum di laboratorium meliputi ekstraksi menggunakan pelarut aseton, fraksinasi dan pemurnian senyawa dengan menggunakan berbagai teknik kromatografi.
ii
Karakterisasi senyawa hasil isolasi ditetapkan berdasarkan data spektroskopi yang meliputi data spektrum UV, MS, NMR 1D dan 2D. Sifat sitotoksik senyawa hasil isolasi diuji terhadap sel murinE leukimia P-388 menggunakan metode MTT sedangkan sifat antioksidan diuji dengan metode DPPH. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi tiga senyawa murni golongan flavonoid dan diidentifikasi sebagai nimfaeol C (15), apigenin (40), dan luteolin (41). Dari hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak aseton memperlihatkan aktivitas antioksidan yang lemah dengan IC50 2,94 µg/mL. Sedangkan senyawa hasil isolasi yaitu luteolin (41) dan nimfaeol C (15) menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan kontrol positif (asam askorbat, IC50 2,17 µg/mL atau
12,33 µM) dengan IC50 berturut-turut 1,73 dan 2,13 µg/mL (setara dengan 6,05
dan 4,33 µM). Apigenin (40) menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih lemah
dibandingkan kontrol positif dengan IC50 3,51 µg/mL (13 µM). Namun ketiga senyawa hasil isolasi dapat dikategorikan sebagai antioksidan yang sangat kuat. Pada uji bioaktivitas sifat sitotoksik terhadap sel murine leukemia P-388 menunjukkan bahwa ekstrak aseton memperlihatkan aktivitas aktif dengan IC50
3,7 µg/mL, lebih aktif daripada nimfaeol C (15) dan apigenin (40) dengan IC50
berturut-turut 6,4 dan 22,5 µg/mL dan kurang aktif dibandingkan dengan luteolin
(41) dengan IC50 2,3 µg/mL. Luteolin (41) menunjukkan aktivitas sitotoksik yang sangat aktif dengan IC50 8,04 µM, sedangkan nimfaeol C (15) dan apigenin (40) menunjukkan aktivitas sedang dan tidak aktif dengan IC50 berturut-turut 13 dan
83,33 µM. Secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa adanya gugus
orto-dihidroksi di C-3’dan C-4’(cincin B) memiliki peran penting dalam
meningkatkan aktivitas, baik sebagai antioksidan maupun aktivitas sitotoksiknya. Tidak adanya gugus hidroksi pada C-3’ menunjukkan penurunan aktivitas, seperti yang ditunjukkan oleh apigenin (40).
Perpustakaan Digital ITB