digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar berbasis minyak bumi telah mengakibatkan cadangan sumber energi tersebut semakin menipis sehingga menimbulkan krisis energi di dunia. Salah satu sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah biodisel. Hal ini disebabkan oleh selama ini bahan bakar disel merupakan produk olahan minyak bumi yang paling banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Biodisel merupakan alternatif pengganti bahan bakar disel yang dapat diperbaharui karena berasal dari sumber daya alam minyak nabati yang dapat dibudidayakan di Indonesia maupun di negara lain. Berbagai keuntungan yang dimiliki oleh biodisel, seperti bersifat biodegradable, nilai flash point (titik nyala) yang tinggi, tidak beracun, serta bebas dari sulfur dan senyawa aromatik membuat bahan bakar alternatif ini aman digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Enzim memiliki peranan yang besar sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan biodisel karena produk samping yang dihasilkan sedikit, tidak membutuhkan banyak energi, serta bersifat biodegradable. Akan tetapi, penggunaannya memiliki berbagai keterbatasan, seperti reusabilitas rendah, biaya operasional mahal, serta tidak stabil terhadap temperatur tinggi, pelarut organik, asam, basa, maupun perubahan mekanik. Hal ini dapat diatasi dengan imobilisasi enzim pada solid support yang sesuai. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian penelitian untuk mencari material baru yang sesuai dalam memediasi enzim sehingga dapat bekerja secara optimum. Penggunaan polietersulfon (PES) dalam penelitian ini didasarkan atas stabilitas kimia, temperatur, dan mekanik yang baik. Akan tetapi, masalah umum yang sering dialami dalam reaksi terkatalisis immobilized enzyme adalah terjadinya pelepasan enzim dari support-nya (leaching out). Untuk meningkatkan reusabilitas dari immobilized enzyme tersebut, interaksi antara enzim dengan support-nya perlu ditingkatkan melalui interaksi hidrofilik-hidrofilik yang kuat atau ikatan kovalen tanpa menurunkan aktivitas dari enzim tersebut. Agar kekuatan interaksi tersebut meningkat, maka modifikasi PES perlu dilakukan. Melalui modifikasi gugus fungsi, peneliti dapat merancang pembentukan ikatan kovalen melalui penambahan cross- linker tanpa mengganggu sisi aktif enzim yang dapat berakibat pada penurunan aktivitas enzim. PES disintesis melalui reaksi polimerisasi kondensasi antara hidrokuinon dan 4,4’- diklorodifenil sulfon secara refluks dan Microwave Assisted Organic Synthesis (MAOS). Modifikasi gugus fungsi dilakukan dengan menitrasi hidrokuinon kemudian direaksikan dengan 4,4’-diklorodifenil sulfon dan menitrasi PES yang diperoleh dari metode refluks dengan HNO3 dan H2SO4 pekat. PES ternitrasi (PES-NO2) berhasil diperoleh melalui reaksi nitrasi PES hasil sintesis. PES-NO2 tersebut direduksi dengan menggunakan reduktor Sn/HCl atau SnCl2.2H2O. PES juga dimodifikasi dengan penambahan gugus klorosulfonat (PES-SO2Cl) melalui reaksi antara PES dengan HSO3Cl. Polietersulfon teraminasi (PES-NH2) hasil sintesis dengan SnCl2.2H2O memiliki karakteristik yang lebih baik sehingga diaplikasikan sebagai solid support bagi lipase untuk mengkatalisis reaksi sintesis biodisel. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah melakukan sintesis dan karakterisasi polietersulfon dan turunannya, melakukan imobilisasi lipase terhadap membran polietersulfon dan turunannya, serta mengidentifikasi kelayakannya sebagai katalis bagi reaksi sintesis biodisel. Aspek kebaharuan dari penelitian ini antara lain PES telah berhasil disintesis dengan metode MAOS walaupun berat molekul yang diperoleh belum cukup untuk diaplikasikan sebagai membran reaktor (1.889 Da) dan metode refluks dengan berat molekul yang memadai untuk dicetak menjadi membran (16.259 Da) dengan berat molekul setiap unit ulang sebesar 324 Da (m/z), sintesis PES terklorosulfonasi yang merupakan modifikasi yang belum pernah dilakukan sebelumnya terhadap PES, pemanfaatan membran PES dan PES teraminasi sebagai solid support dalam imobilisasi enzim untuk diaplikasikan sebagai membran bioreaktor dalam sintesis biodisel, serta penambahan cross-linker berupa glutaraldehid dalam sintesis biodisel terkatalisis immobilized lipase. Enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah lipase Mucor miehei karena diketahui memiliki aktivitas yang baik dalam mengkatalisis reaksi sintesis biodisel dengan menggunakan alkohol primer. Selain itu, pada tahap akhir penelitian, dilakukan pula imobilisasi lipase isolat lokal, yaitu lipase Staphylococus WL1 untuk mengetahui potensi lipase yang berasal dari sumber daya alam Indonesia tersebut untuk diaplikasikan sebagai bioreaktor. Interaksi yang terjadi antara PES-NH2 dengan enzim adalah interaksi fisik karena tidak ditemukannya puncak khas yang berkorespondensi terhadap gugus fungsi –C-N dan N-H amida pada spektrum Fourier Transform Infrared (FTIR). Akan tetapi, aktivitas enzim tidak menurun secara signifikan akibat imobilisasi, bahkan memiliki reusabilitas yang cukup baik, yaitu memiliki persen recovery senilai 97,16% setelah empat kali pemakaian. Penggunaan membran bioreaktor hasil sintesis tersebut sebagai katalis dalam reaksi sintesis biodisel menunjukkan hasil yang cukup baik. Berdasarkan kromatogram Liquid Chromatograpy-Mass Spectrometer (LC-MS), biodisel yang dihasilkan dengan katalis membran bioreaktor muncul sebagai butil palmitat, butil linoleat, dan butil oleat dengan kelimpahan berturut-turut sebesar 4%, 6%, dan 100%. Pengaruh penambahan cross-linker terhadap imobilisasi enzim dapat diketahui melalui nilai enzyme loading-nya. Nilai enzyme loading dengan penambahan glutaraldehid lebih besar dibandingkan dengan tanpa penambahan glutaraldehid, yaitu 911,48 dan 1.167,50 (µg/cm2) untuk Mucor miehei dan Staphylococus WL1 terimobilisasi dengan penambahan glutaraldehid dan 177,05 dan 512,33 (µg/cm2) untuk lipase Mucor miehei dan Staphylococus WL1 yang terimobilisasi tanpa penambahan glutaraldehid. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap pengembangan keilmuan mengenai imobilisasi enzim terutama terhadap pencarian alternatif material yang dapat diaplikasikan sebagai solid support dalam imobilisasi enzim berbasiskan material organik hasil sintesis. Dengan demikian, enzim yang terimobilisasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi.