digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Senyawa-senyawa pengalkil biasanya banyak digunakan dalam kemoterapi kanker karena reaktivitasnya dalam menghentikan pertumbuhan sel kanker dengan langsung bereaksi ke pusat-pusat nukleofil dari basa DNA. Senyawa pengalkil menyerang target secara tidak selektif, oleh karena itu dapat menyerang sel-sel yang sehat sehingga dapat menimbulkan kanker sekunder. Kajian yang telah dilakukan oleh badan dunia International Agency for Research on Cancer (IARC) menyimpulkan bahwa timbulnya kanker sekunder disebabkan terapi penyakit kanker pada pasien menggunakan senyawa-senyawa pengalkil. Oleh karena sifat bahaya dalam membentuk kanker sekunder dari senyawa-senyawa pengalkil ini, kami mengembangkan metode pengukuran reaktivitas kimia untuk senyawa klorambusil (CLB) dan mekloretamin (MEC) di dalam beberapa pelarut dengan dan tanpa penambahan senyawa nukleofil lain. Reaksi alkilasi dari kedua senyawa pengalkil mengikuti mekanisme reaksi SN1 dan ErCi. Reaksi tersebut berlangsung mengikuti dua tahapan reaksi, (1) pembentukan zat antara (karbokation) yang bersifat elektrofil, reaksi ini berlangsung lambat dan (2) reaksi kimia antara karbokation dengan senyawa nukleofil yang berlangsung cepat. Senyawa pengalkil akan dielektro oksidasi-reduksi untuk membentuk senyawa karbokation dengan reaksi elektrokimia reversibel kemudian senyawa karbokation bereaksi dengan senyawa nukleofil dengan reaksi kimia irreversibel. Reaktivitas kimia ditentukan berdasarkan nilai dari tetapan laju reaksi maju (kf) pada reaksi tahap kedua. Reaktivitas kimia senyawa CLB dan MEC dihitung dari data parameter elektrokimia voltammogram siklik yang diukur di dalam pelarut-pelarut yang mengandung natrium perklorat 0,1 M dan 0,2 M. Pendekatan metode Nicholson-Shain digunakan untuk menghitung reaktivitas kimia berdasarkan parameter-parameter kedua senyawa pengalkil. Hal yang sama dilakukan pada penambahan senyawa-senyawa nukleofil lain ke dalam larutan senyawa pengalkil yang diukur. Pelarut yang digunakan antara lain air, aseton dan asetonitril, sedangkan senyawa nukleofilik yang ditambahkan antara lain 4-kloro butironitril (CBN), piridin (Py) dan nikotinamide adenin dinukleotida (NAD+). Parameter-parameter elektrokimia yang diperoleh dari voltammogram siklik antara lain potensial dan arus puncak anoda serta potensial dan arus puncak katoda. Tetapan laju reaksi maju dapat ditentukan dengan metode kompetitif pada berbagai laju selusur potensial. Profil voltammogram siklik yang dihasilkan senyawa klorambusil dan mekloretamin menunjukkan karakterisasi reaksi elektrokimia reversibel diikuti oleh reaksi kimia irreversibel. Seluruh voltammogram yang dihasilkan dikarakterisasi dari nilai potensial puncak anoda (Epa) dan potensial puncak katoda (Epc) serta arus puncak anoda (Ipa) dan arus puncak katoda (Ipc), potensial setengah gelombang (E1/2) dan potensial pemisahan puncak (?Ep). Daerah potensial kerja yang didapat dalam penelitian ini adalah (0,5 – 1,2) V untuk CLB dalam air; (0,8 – 1,5) V untuk CLB dalam aseton dan asetonitril; dan (0,8 – 1,7) V untuk MEC dalam pelarut aseton dan asetonitril. Nilai Ipa dan Ipc menunjukkan hubungan yang linier dengan v1/2 dengan rata-rata nilai koefisien korelasi yang tinggi yaitu di atas 90% (R2 > 0,90). Hal tersebut memberikan arti bahwa sistem dari senyawa pengalkil yang diteliti mengikuti persamaaan dari Randles-Sevcik. Selain itu, hal-hal tersebut di atas juga menunjukkan bahwa proses yang berlangsung di permukaan elektroda kerja adalah proses difusi. Hasil perbandingan nilai-nilai dari Ipc/Ipa rata-rata kurang dari 1, menunjukkan bahwa mekanisme reaksi mengikuti reaksi elektrokimia reversibel diikuti dengan reaksi kimia irreversibel. Pada laju selusur potensial 1 V/s didapat nilai Epa dan Epc secara berurutan 0,896 V dan 0,788 V ; 1,240 V dan 1,160 V ; 1,130 V dan 1,070 V untuk CLB di dalam air, aseton dan asetonitril. Sedangkan untuk MEC, secara berurutan 1,480 V dan 1,200 V ; 1,460 V dan 1,200 V di dalam pelarut aseton dan asetonitril. Senyawa MEC bukan merupakan senyawa elektroaktif dalam pelarut air karena tidak memberikan arus puncak oksidasi maupun arus puncak reduksi pada voltammogram yang dihasilkan. Penambahan senyawa nukleofilik menggeser potensial puncak oksidasi-reduksi tetapi relatif tidak mengubah daerah potensial kerjanya. Hasil-hasil ini memberikan pemahaman bahwa penggunaan pelarut yang berbeda akan mempengaruhi potensial oksidasi-reduksi dari senyawa CLB dan MEC. Reaktivitas kimia yang dihitung berdasarkan metode Nicholson-Shain menunjukkan kebergantungannya terhadap sifat dari pelarut. Dari penelitian ini diperoleh nilai-nilai reaktivitas kimia untuk senyawa CLB di dalam pelarut air, aseton dan asetonitril secara berturut-turut adalah 0,4485 s-1; 0,2248 s-1 dan 0,0245 s-1. Sedangkan untuk MEC nilai masing-masing adalah 0,4828 s-1 dan 0,2724 s-1 dalam aseton dan asetonitril. Pelarut dengan bilangan donor yang lebih besar seperti air, akan memberikan nilai reaktivitas kimia yang lebih besar untuk senyawa CLB dan MEC. Penambahan senyawa nukleofilik CBN, Py dan NAD+ mengubah nilai-nilai reaktivitas senyawa CLB dan MEC, akan tetapi tidak mengubah urutan reaktivitasnya dalam pelarut-pelarut yang digunakan. Nilai-nilai reaktivitas senyawa CLB dalam pelarut air, aseton dan asetonitril setelah penambahan senyawa nukleofilik CBN secara berturut-turut adalah 0,4897 s-1; 0,2715 s-1 dan 0,2676 s-1, setelah penambahan senyawa nukleofilik Py 0,0993 setelah penambahan senyawa nukleofilik NAD+ 0,0248 7 Sedangkan untuk MEC nilai reaktivitas kimia di dalam pelarut aseton dan asetonitril secara berturut-turut setelah penambahan senyawa nukleofilik CBN 0,1601 s-1 dan 0,1365 s-1), setelah penambahan senyawa nukleofilik Py 0,2056 s-1 dan 0,1799 s-1, dan setelah penambahan senyawa nukleofilik NAD+ 0,4323 s-1 dan 0,0398 s-1. Senyawa MEC dalam air tidak dapat dihitung nilai reaktivitas kimianya karena tidak bersifat elektroaktif. Data reaktivitas senyawa dan CLB dan MEC sesuai dengan data klinisnya yaitu LD50. Reaktivitas-reaktivitas yang diperoleh dalam penelitian ini berkorelasi dengan data klinis senyawa CLB dan MEC sehingga metode ini layak dipertimbangkan untuk digunakan dalam menghitung nilai reaktivitas kimia.