digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penggunaan zirkonium dalam teknologi maju seperti teknologi elektronik, teknologi pengecoran logam, dan teknologi nuklir memerlukan kemurnian yang tinggi. Untuk memperoleh zirkonium dengan kemurnian yang tinggi masih menjadi suatu kendala. Keberadaan zirkonium di alam umumnya berasosiasi dengan unsur hafnium dalam bentuk Zr(Hf)SiO4. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metoda pemisahan zirkonium dari logam-logam lain, khususnya pemisahan zirkonium dari hafnium dengan ekstraksi fasa padat dengan memanfaatkan material fungsional ion imprinted polymers (IIPs). Dalam penelitian ini fasa padat IIPs disintesis dengan ion zirkonium sebagai ion imprint dan selanjutnya polimer sebagai fasa padat disebut zirconium- imprinted polymers (Zr-IP). Polimer Zr-IP disintesis dengan metoda kopolimerisasi ruah dalam porogen 2-metoksietanol dengan stiren sebagai monomer, divinilbenzen (DVB) sebagai pengikat-silang dan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Xylenol jingga (XO) dan vinilpiridin (VP) digunakan sebagai pengomplek dalam proses pembentukan imprint zirkonium. Polimerisasi dilakukan pada suhu 80 oC selama 4 jam dengan kondisi dialiri gas nitrogen. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam sintesis polimer Zr-IPs seperti jumlah mol senyawa komplek, rasio mol monomer terhadap inisiator, dan rasio mol monomer terhadap pengikat-silang telah dipelajari. Imprint ion dibentuk dengan cara melepaskan ion zirkon dari polimer melalui perlindian dengan HCl 9 M selama 24 jam. Pengaruh pH, perbandingan antara massa polimer dengan volume larutan, dan waktu kontak antara polimer dengan larutan juga dipelajari untuk mengkaji sifat retensi dari Zr-IPs. Imprint ion zirkon diperoleh melalui pembentukan komplek ZrXO dan (XO)(Zr)(VP)2. Kondisi optimum untuk memperoleh kinerja pemisahan ion zirkon menggunakan 0,1 mmol molekul komplek imprint. Rasio mol antara stiren dengan BPO, dan rasio mol antara stiren dengan DVB adalah berturut-turut pada 40:0,6 dan 40:40. Polimer sebelum dan sesudah perlindian dengan HCl 9 M dikarakterisasi dengan analisis luas permukaan dan porositas menurut metoda Brunauer-Emmett-Teller (BET) dan Barrett-Joyner-Halenda (BJH), foto optik, mikroskop transmisi elektron (TEM), mikroskop pemindaian elektron yang dilengkapi dengan detektor spketrometer sebaran energi sinar-X (SEM-EDX), spektrometri infra merah (FTIR), difraktometer sinar-X (XRD), dan analisis termogravimetri-kalorimetri pemindai diferensial (TGA-DSC). Perubahan warna yang signifikan dari polimer sebelum dan sesudah perlindian tampak melalui foto optik yaitu dari warna merah lembayung menjadi warna merah. Pola spektrum infra merah dari polimer dengan komplek biner sebelum dan sesudah perlindian terlihat hampir sama, namun terdapat perbedaan intensitas dan pergeseran bilangan gelombang. Puncak serapan pada 1379 cm-1 dari polimer sebelum perlindian bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih besar yaitu 1383 cm-1 sesudah perlindian, sedangkan polimer dengan komplek terner tidak menunjukkan puncak serapan pada daerah tersebut. Namun demikian terdapat empat puncak serapan pada kisaran bilangan gelombang 3100-2900 cm-1 pada polimer sesudah perlindian, dan pada polimer sebelum perlindian terdapat satu puncak serapan pada daerah kisaran tersebut. Pada kisaran bilangan gelombang 1100-1068 cm-1 dan 1030-990 cm-1 muncul tiga dan dua puncak secara berurutan pada polimer setelah perlindian, sementara pada polimer sebelum perlindian hanya ditemukan satu puncak serapan. Morfologi mikrostruktur yang ditunjukkan pada mikrofoto SEM dari kedua polimer sebelum perlindian lebih halus dan memberikan efek pencitraan yang lebih terang dari pada polimer sesudah perlindian. Hal ini mengindikasikan terlepasnya ion zirkon dari polimer dan diperkuat dengan spektrum EDX yang tidak menunjukkan adanya ion zirkon. Citra TEM polimer sebelum perlindian lebih rapat dan gelap, sementara pada polimer setelah perlindian tampak lebih renggang dan lebih terang yang menunjukkan bahwa polimer sesudah perlindian lebih berpori. Analisis mikropori dengan metoda BET/BJH dari polimer sesudah perlindian mempunyai total volume dan ukuran diameter pori-pori yang lebih besar dibandingkan dengan polimer sebelum perlindian. Kurva TGA-DSC dari Zr-IPs memperlihatkan bahwa pengomplek XO dan VP masih tertahan dalam polimer meskipun sudah mengalami perlindian dengan HCl 9 M. Pemisahan ion zirkon dari ion-ion logam lain seperti Hf(IV), La(III), Ce(IV), Ti(IV) dan Fe(III) dengan Zr-IP sebagai adsorben telah dipelajari dan diaplikasikan untuk sampel sintetik dan cairan hasil destruksi mineral zirkon. Ion- ion logam dalam fasa larutan dianalisis dengan ICP-AES. Kapasitas retensi optimum Zr-IP untuk ion zirkon pada pH 5 sebesar 6,2 mg Zr/g Zr-IP untuk komplek biner dan 25,87 mg Zr/g Zr-IPs untuk komplek terner. Waktu kontak antara Zr-IP dengan larutan diperlukan selama 30 menit untuk memperoleh persen ekstraksi >99 %, dengan perbandingan antara volume larutan dengan massa polimer sebesar 125 mL/g Zr-IP untuk komplek biner dan 250 mL/g Zr-IP untuk komplek terner. Elusi ion zirkon dari fasa polimer dapat dilakukan dengan HCl 3M. Koefisien selektifitas relatif (?r) Zr-IP dengan komplek biner untuk pasangan Zr/Hf, Zr/La, Zr/Ce, Zr/Ti and Zr/Fe adalah berturut-turut sebesar 530, 660, 410, 160 dan 340. Dan koefisien selektifitas relatif (?r) Zr-IP dengan komplek terner untuk pasangan Zr/Hf sebesar 13,18. Destruksi mineral zirkon pada suasana alkali dilakukan pada suhu 800 oC selama 2 jam. Rasio antara massa mineral zirkon dengan NaOH optimum pada rasio 1:2. Zirkon hasil dekstruksi dibuat dalam bentuk zirkon oksiklorida untuk kemudian diekstraksi. Zirkon yang diperoleh 33,7 mg/L dengan persen ekstraksi 93,61 %. Ion Hf dan Ti masih terdapat dalam ekstraktan sedangkan ion-ion lantanum, cerium, dan besi tidak terdeteksi lagi oleh ICP-AES. Penelitian ini juga sudah mampu menghasilkan zirkon oksida dari mineral zirkon dengan kemurnian hingga 97,18 %. Pemisahan ion zirkon dari ion-ion logam lainnya sudah berhasil dilakukan untuk sampel sintetik dan cairan hasil destruksi mineral zirkon. Koefisien selektifitas ion zirkon terhadap ion hafnium untuk Zr-IP yang diperoleh jauh lebih baik dari hasil penelitian-penelitian terdahulu.