Enzim protease yang mengkatalisis hidrolisis protein merupakan enzim industri yang banyak diaplikasikan pada proses produksi, seperti sebagai komponen bioaktif detergen, sebagai biokatalis pada pembuatan keju, pembuatan roti, obat- obatan, pengolahan kulit, dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan industri yang beragam, protease banyak diisolasi dari berbagai mikroorganisme, mulai dari mikroorganisme mesofil hingga mikroorganisme ekstremofil. Pada penelitian ini, protease diisolasi dari bakteri halofilik yang berasal dari kawah lumpur yang berada di desa Bledug Kuwu, Purwodadi, Jawa Tengah. Dua bakteri halofilik dari genus Pseudomonas, yaitu Pseudomonas stutzeri BK AB-
12 dan Pseudomonas alcaliphila BK AG-13, diuji potensinya untuk menghasilkan protease ekstraseluler dengan cara meneteskan supernatan bebas sel dari kedua bakteri yang telah diinkubasi selama 24 jam ke dalam media yang mengandung substrat kasein pada temperatur 37 °C. Hasil uji menunjukkan bahwa kedua bakteri dapat menghasilkan enzim protease ekstraseluler, dibuktikan dengan adanya zona bening hasil hidrolisis kasein, namun protease dari P. stutzeri BK AB-12 menghasilkan zona bening lebih cepat dibandingkan protease dari P. alcaliphila BK AG-13. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah dan aktivitas protease yang dihasilkan enzim ini lebih tinggi dibanding enzim yang dihasilkan P. alcaliphila BK AG-13. Oleh karena itu, untuk tahapan selanjutnya pada penelitian ini hanya dilakukan isolasi protease dari bakteri P. stutzeri BK AB-12. Kurva pertumbuhan dan uji aktivitas protease ekstraseluler dari bakteri P. stutzeri BK AB-12 menunjukkan bahwa produksi maksimum enzim ini terjadi pada jam ke-17. Protein yang dikumpulkan hingga jam ke-17 dimurnikan dengan metode fraksinasi ammonium sulfat bertingkat dari konsentrasi 0?60,
60?70, hingga 70?80%. Uji aktivitas memberikan hasil bahwa fraksi 70?80% merupakan fraksi dengan aktivitas protease tertinggi. Protease pada fraksi ini memiliki aktivitas tertinggi pada pH 8 dan temperatur 55 °C. Aktivitas protease
pada fraksi ini juga dipengaruhi oleh penambahan beberapa ion logam. Kenaikan aktivitas tertinggi diamati pada penambahan ion Fe3+. Penambahan ion Fe3+ juga menggeser pH optimum dari 8 menjadi 9, dan juga temperatur optimum dari 55 °C menjadi 60 °C. Dengan demikian, penambahan ion Fe3+ tidak hanya meningkatkan aktivitas enzim tetapi juga meningkatkan stabilitas protease tersebut. Penambahan inhibitor seperti ethylenediaminetetraaceticacid (EDTA) dan ?-merkaptoetanol memberikan efek berupa penurunan aktivitas protease masing-masing sebesar 16 dan 7%. Sementara itu penambahan phenylmethysulfonyl fluoride (PMSF) tidak menurunkan aktivitas protease secara signifikan. Dengan demikian enzim protease yang berasal dari P. stutzeri BK AB-12 pada fraksi 70?80% kemungkinan bukan termasuk metalo-, sistein-, dan serin- protease. Protease pada fraksi ini juga peka terhadap kekuatan ion, di mana aktivitas tertinggi teramati pada konsentrasi NaCl 2,5 M. Selain dipengaruhi oleh kekuatan ion, aktivitas protease juga peka terhadap polaritas pelarut. Hasil uji menunjukkan bahwa aktivitas protease meningkat pada berbagai pelarut dengan polaritas berbeda-beda, seperti n-propanol, etil asetat, n- butanol, n-heksana, sementara dalam pelarut dengan tingkat kepolaran sedang,
seperti kloroform dan isopropanol, aktivitas protease menurun sekitar 30%. Potensi protease sebagai komponen bioaktif detergen diuji dengan mengukur aktivitas pada berbagai konsentrasi Sodium dodecyl sulphate (SDS) dan teramati bahwa aktivitasnya masih terdeteksi hingga 50% pada konsentrasi SDS 1%. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa P. stutzeri BK AB-12 merupakan sumber protease ekstrasel potensial yang memiliki kestabilan pada berbagai kondisi.
Perpustakaan Digital ITB