2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-COVER.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-BAB_1.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-BAB_2.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-BAB_3.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-BAB_4.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-BAB_5.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 2015_DIS_PP_HARTIWI_DIASTUTI_1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC Alice Diniarti
Berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu mendorong
dilakukannya pencarian antibiotik baru, baik secara sintesis maupun dari senyawa
alam, termasuk di antaranya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu
kelompok tumbuhan yang potensial menghasilkan senyawa antibakteri adalah
genus Curcuma dari famili Zingiberaceae.
Genus Curcuma merupakan tumbuhan obat penting di Indonesia yang telah lama
dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti infeksi kulit, reumatik,
radang ginjal, dan gangguan hati. Kajian fitokimia terhadap rimpang Curcuma
memperlihatkan bahwa tumbuhan ini menghasilkan dua kelompok utama
metabolit sekunder, yaitu kelompok diarilheptan (kurkuminoid) dan kelompok
terpenoid dari jenis seskuiterpen dan diterpen. Kajian ilmiah terhadap komponenkomponen
kimia terutama senyawa kurkuminoid dari genus Curcuma
mempelihatkan sifat biologis yang beragam, yaitu sebagai antimikroba,
antiinflamasi, hepatoprotektor, antikolesterol, antioksidan dan antikanker. Namun,
kajian sejenis terhadap senyawa-senyawa turunan terpenoid dari genus ini belum
banyak dilaporkan. Namun demikian, laporan-laporan yang berkaitan dengan
minyak atsiri rimpang Curcuma menunjukkan dapat menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri dan jamur. Hal ini menandakan bahwa senyawa terpenoid dari
rimpang Curcuma berpotensi sebagai agen antimikroba.
Pada penelitian ini telah dilakukan kajian fitokimia terhadap rimpang empat
spesies Curcuma Indonesia yang diperoleh dari daerah Solo, Jawa Tengah, yaitu
C. aeruginosa, C. heyneana, C. mangga dan C. xanthorrhiza. Selain itu,
dilakukan pula uji aktivitas antibakteri senyawa hasil isolasi terhadap delapan
bakteri patogen yaitu Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella typhi, Shigella dysentriae, Vibrio cholerae, Bacillus
subtilis, dan Staphylococcus aureus.
Isolasi metabolit sekunder berlangsung meliputi beberapa tahapan, yaitu ekstraksi
menggunakan teknik maserasi dan ekstraksi cair-cair, kemudian fraksinasi dan
pemurnian senyawa dengan menggunakan berbagai teknik kromatografi. Struktur
molekul senyawa hasil isolasi ditentukan berdasarkan hasil analisis data
spektroskopi NMR-1D dan NMR-2D, sedangkan uji aktivitas antibakteri terhadap
senyawa-senyawa hasil isolasi dilakukan dengan metode mikrodilusi. Dari rimpang empat spesies Curcuma tersebut telah berhasil diisolasi enambelas
senyawa terpenoid, yang meliputi dua belas senyawa seskuiterpen dan empat
senyawa diterpen. Dua belas senyawa seskuiterpen tersebut meliputi dua senyawa
dengan kerangka bisabolan yaitu ar-kurkumen (1) dan santorizol (2), enam
senyawa dengan kerangka germakran termasuk satu di antaranya secara
streokimia merupakan senyawa baru, yaitu isomer dari (4S,5S)-germakron-4,5-
epoksida (6) sedangkan lima senyawa lainnya adalah germakron (3),
dehidrokurdion (4), kurdion (5), furanodien (7) dan furanodienon (8), empat
senyawa dengan kerangkan guaian yaitu 4-epikurkumenol (9), prokurkumenol
(10), aerugidiol (11) dan zedoarandiol (12), sedangkan empat senyawa diterpen
yang berhasil diisolasi merupakan senyawa dengan kerangka labdan yaitu, 15,16-
bisnorlabda-13-on (13), labda-8(17)-dien-15,16-dial (14), zerumin A (15) dan
zerumin (16).
Penemuan keenam belas senyawa tersebut dalam genus Curcuma memiliki arti
penting pada aspek fitokimia. Keberadaan senyawa sejenis pada beberapa spesies
Curcuma, sebagai contoh ditemukannya ar-kurkumen (1) pada C. aeruginosa,
C. heyneana dan C. xanthorrhiza, menunjukkan bahwa ketiga spesies tersebut
memiliki kekerabatan yang dekat secara kemotaksonomi. Selain itu, keberadaan
senyawa diterpen labdan pada C. mangga secara kemotaksonomi juga
memperlihatkan kekerabatan antara tumbuhan genus Curcuma dengan Alpinia
dalam satu famili Zingiberaceae.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap rimpang Curcuma menunjukkan bahwa
baik ekstrak maupun fraksi rimpang C. aeruginosa, C. heyneana dan
C. xanthorrhiza memiliki aktivitas yang tinggi terhadap P. aeruginosa, dengan
nilai MIC dan MBC 7,8-15,6 ?g/mL sedangkan ekstrak dan fraksi dari rimpang
C. mangga hanya aktif terhadap B. Subtilis dengan nilai MIC dan MBC 31,2-
62,5 ?g/mL. Pada senyawa hasil isolasi diketahui bahwa santorizol (2), labda-
8(17)-dien-15,16-dial (14) dan zerumin (16) menunjukkan aktivitas yang tinggi
terhadap B. Subtilis dan S. aureus dengan nilai MIC dan MBC <10 ?g/mL.
Germakron (3) dan zerumin A (15) juga memperlihatkan potensinya sebagai
antibakteri dengan nilai MIC dan MBC sekitar 15,6–31,2 ?g/mL, masing-masing
terhadap bakteri P. aeruginosa dan B. subtilis. Sedangkan senyawa lainnya
menunjukkan aktivitas yang moderat dan lemah.
Berdasarkan kajian fitokimia serta kajian aktivitas antibakteri dari senyawa hasil
isolasi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komponen terpenoid dari rimpang
Curcuma sangat potensial untuk dikembangkan sebagai agen antibakteri.