digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu mendorong dilakukannya pencarian antibiotik baru, baik secara sintesis maupun dari senyawa alam, termasuk di antaranya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu kelompok tumbuhan yang potensial menghasilkan senyawa antibakteri adalah genus Curcuma dari famili Zingiberaceae. Genus Curcuma merupakan tumbuhan obat penting di Indonesia yang telah lama dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti infeksi kulit, reumatik, radang ginjal, dan gangguan hati. Kajian fitokimia terhadap rimpang Curcuma memperlihatkan bahwa tumbuhan ini menghasilkan dua kelompok utama metabolit sekunder, yaitu kelompok diarilheptan (kurkuminoid) dan kelompok terpenoid dari jenis seskuiterpen dan diterpen. Kajian ilmiah terhadap komponenkomponen kimia terutama senyawa kurkuminoid dari genus Curcuma mempelihatkan sifat biologis yang beragam, yaitu sebagai antimikroba, antiinflamasi, hepatoprotektor, antikolesterol, antioksidan dan antikanker. Namun, kajian sejenis terhadap senyawa-senyawa turunan terpenoid dari genus ini belum banyak dilaporkan. Namun demikian, laporan-laporan yang berkaitan dengan minyak atsiri rimpang Curcuma menunjukkan dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri dan jamur. Hal ini menandakan bahwa senyawa terpenoid dari rimpang Curcuma berpotensi sebagai agen antimikroba. Pada penelitian ini telah dilakukan kajian fitokimia terhadap rimpang empat spesies Curcuma Indonesia yang diperoleh dari daerah Solo, Jawa Tengah, yaitu C. aeruginosa, C. heyneana, C. mangga dan C. xanthorrhiza. Selain itu, dilakukan pula uji aktivitas antibakteri senyawa hasil isolasi terhadap delapan bakteri patogen yaitu Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, Shigella dysentriae, Vibrio cholerae, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus. Isolasi metabolit sekunder berlangsung meliputi beberapa tahapan, yaitu ekstraksi menggunakan teknik maserasi dan ekstraksi cair-cair, kemudian fraksinasi dan pemurnian senyawa dengan menggunakan berbagai teknik kromatografi. Struktur molekul senyawa hasil isolasi ditentukan berdasarkan hasil analisis data spektroskopi NMR-1D dan NMR-2D, sedangkan uji aktivitas antibakteri terhadap senyawa-senyawa hasil isolasi dilakukan dengan metode mikrodilusi. Dari rimpang empat spesies Curcuma tersebut telah berhasil diisolasi enambelas senyawa terpenoid, yang meliputi dua belas senyawa seskuiterpen dan empat senyawa diterpen. Dua belas senyawa seskuiterpen tersebut meliputi dua senyawa dengan kerangka bisabolan yaitu ar-kurkumen (1) dan santorizol (2), enam senyawa dengan kerangka germakran termasuk satu di antaranya secara streokimia merupakan senyawa baru, yaitu isomer dari (4S,5S)-germakron-4,5- epoksida (6) sedangkan lima senyawa lainnya adalah germakron (3), dehidrokurdion (4), kurdion (5), furanodien (7) dan furanodienon (8), empat senyawa dengan kerangkan guaian yaitu 4-epikurkumenol (9), prokurkumenol (10), aerugidiol (11) dan zedoarandiol (12), sedangkan empat senyawa diterpen yang berhasil diisolasi merupakan senyawa dengan kerangka labdan yaitu, 15,16- bisnorlabda-13-on (13), labda-8(17)-dien-15,16-dial (14), zerumin A (15) dan zerumin (16). Penemuan keenam belas senyawa tersebut dalam genus Curcuma memiliki arti penting pada aspek fitokimia. Keberadaan senyawa sejenis pada beberapa spesies Curcuma, sebagai contoh ditemukannya ar-kurkumen (1) pada C. aeruginosa, C. heyneana dan C. xanthorrhiza, menunjukkan bahwa ketiga spesies tersebut memiliki kekerabatan yang dekat secara kemotaksonomi. Selain itu, keberadaan senyawa diterpen labdan pada C. mangga secara kemotaksonomi juga memperlihatkan kekerabatan antara tumbuhan genus Curcuma dengan Alpinia dalam satu famili Zingiberaceae. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap rimpang Curcuma menunjukkan bahwa baik ekstrak maupun fraksi rimpang C. aeruginosa, C. heyneana dan C. xanthorrhiza memiliki aktivitas yang tinggi terhadap P. aeruginosa, dengan nilai MIC dan MBC 7,8-15,6 ?g/mL sedangkan ekstrak dan fraksi dari rimpang C. mangga hanya aktif terhadap B. Subtilis dengan nilai MIC dan MBC 31,2- 62,5 ?g/mL. Pada senyawa hasil isolasi diketahui bahwa santorizol (2), labda- 8(17)-dien-15,16-dial (14) dan zerumin (16) menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap B. Subtilis dan S. aureus dengan nilai MIC dan MBC <10 ?g/mL. Germakron (3) dan zerumin A (15) juga memperlihatkan potensinya sebagai antibakteri dengan nilai MIC dan MBC sekitar 15,6–31,2 ?g/mL, masing-masing terhadap bakteri P. aeruginosa dan B. subtilis. Sedangkan senyawa lainnya menunjukkan aktivitas yang moderat dan lemah. Berdasarkan kajian fitokimia serta kajian aktivitas antibakteri dari senyawa hasil isolasi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komponen terpenoid dari rimpang Curcuma sangat potensial untuk dikembangkan sebagai agen antibakteri.