Penelitian tentang cekungan hidrokarbon baru sangat penting untuk dilakukan guna memenuhi kebutuhan energi untuk kepentingan manusia, mengingat semakin menurunnya produksi minyak dan gas bumi di Indonesia. Cekungan Timor Barat merupakan salah satu cekungan di Indonesia bagian timur yang belum banyak dipertimbangkan keberadaannya. Eksplorasi di sekitar Cekungan Timor Barat sudah dilakukan sejak 40 tahun terakhir hingga tahun 1999 dengan objektif pengeboran untuk menguji formasi batuan berumur Perm, Trias, dan Jura. Sumur Banli-1 yang terletak pada Cekungan Timor Barat belum menemukan potensi cadangan yang komersial. Hal ini juga didukung dengan minimnya data bawah permukaan di sekitarnya, sehingga permasalahan tersebut menjadi topik yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, khususnya mengenai asal-usul batuan induk penghasil hidrokarbon di area sekitar Kekneno dan Kolbano, Cekungan Timor Barat. Identifikasi batuan induk dilakukan pada enam lintasan di daerah Kekneno untuk mendapatkan singkapan batuan pada beberapa formasi yang diduga memiliki potensi sebagai batuan induk. Enam lintasan tersebut adalah Lintasan Nisnoni, Lintasan Valas, Lintasan Tunsif, Lintasan Besi, Lintasan Nenas, dan Lintasan Oebaki. Total terdapat tujuh puluh sampel batuan yang diperoleh dan dapat diketahui kandungan material organiknya, lalu dua puluh satu sampel batuan dipilih untuk dilanjutkan pada tahapan analisis pirolisis Rock-Eval. Sampel batuan yang terpilih tersebut merupakan beberapa sampel batuan dari Formasi Atahoc (Perm) serta Formasi Aitutu dan Formasi Babulu (Trias), sementara batuan induk berumur Jura diwakili oleh Formasi Wailuli yang didapatkan dari data sekitar. Batuan induk Jura yang berupa Formasi Wailuli memiliki nilai TOC buruk sampai sangat baik (0,32 – 8,2%), tersusun oleh kerogen Tipe I-III, dan menunjukkan kematangan yang belum matang (338oC – 434oC). Formasi Aitutu pada umur Trias memiliki nilai TOC buruk sampai sangat baik (0,06 – 4,16%), tersusun oleh kerogen Tipe I-IV, dan menunjukkan kematangan pada awal matang sampai pascamatang (0,58 – 1,70% Ro). Formasi Babulu pada umur Trias lainnya memiliki nilai TOC buruk sampai cukup (0,23 – 0,90%), tersusun oleh kerogen Tipe III-IV, dan menunjukkan kematangan pada pascamatang (1,66% Ro). Lalu batuan induk Perm diwakili oleh Formasi Atahoc, memiliki nilai TOC buruk iv sampai baik (0,28 – 1,40%), tersusun oleh kerogen Tipe III-IV, dan menunjukkan kematangan pada akhir matang (1,15 – 1,22% Ro). Hasil analisis pirolisis Rock-Eval membuktikan bahwa beberapa sampel batuan Formasi Aitutu pada Lintasan Nisnoni dan Valas merupakan sampel batuan terbaik yang selanjutnya akan diekstrak kandungan bitumennya berdasarkan pertimbangan nilai S1 dan S2. Selanjutnya, analisis biomarker (terpana dan sterana) menunjukkan bahwa sampel rembesan minyak Sub-Cekungan Besikama dan sampel batuan Formasi Aitutu berasal dari sumber yang sama karena keduanya mempunyai lingkungan pengendapan yang berasal dari komponen alga laut. Pemodelan cekungan 1 dimensi dilakukan pada Sumur Bayangan Antiklin Kolbano dengan urutan lapisan batuan yang sudah direkonstruksi terlebih dahulu. Penentuan ketebalan lapisan batuan yang asli beserta erosinya pada pengendapan berumur Kapur hingga Tersier sangat penting dilakukan untuk merunut proses pengendapan yang asli sebelum mengalami pengangkatan lalu terimbrikasi akibat kolisi pada Miosen Akhir. Perubahan yang terjadi pada proses pengendapan juga dapat memengaruhi termal dalam pengendapan, seperti nilai reflektansi vitrinit, temperatur bawah permukaan, aliran bahang, dll. Berdasarkan pemodelan tersebut, saat ini Formasi Aitutu berada pada puncak matang hingga mulai memasuki jendela gas, serta telah memasuki awal matang pada Trias Akhir dan memasuki jendela gas pada Jura Tengah.
Perpustakaan Digital ITB