digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2018 TS PP JAROT TRIHATMOKO_COVER.pdf
PUBLIC Rd. Lenny Fatimah N., Dra

2018 TS PP JAROT TRIHATMOKO_ABSTRAK.pdf
PUBLIC Rd. Lenny Fatimah N., Dra

Taman nasional Indonesia memiliki beberapa fungsi diantaranya untuk kegiatan ekowisata, akan tetapi pengembangan ekowisata menghadapi masalah karena keterbatasan anggaran. Konsep Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) diharapkan dapat mengatasi masalah ini, tetapi dalam praktiknya, KPS belum menjadi strategi utama pengembangan ekowisata taman nasional di Indonesia. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi untuk meningkatkan pengembangan ekowisata di taman nasional melalui implementasi KPS. Tujuan spesifik penelitian ini adalah (1) meninjau pelaksanaan proyek KPS di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb), (2) mengidentifikasi kendala implementasi KPS di TNGMb, (3) menyelidiki kondisi eksisting dari pengembangan ekowisata di Taman Nasional Aketajawe Lolobata (TNAL), (4) menganalisis peluang penerapan KPS untuk pengembangan ekowisata di TNAL. Lebih lanjut, proyek KPS di TNGMb, Provinsi Jawa Tengah akan ditinjau, dan beberapa kendala pelaksanaan KPS akan diidentifikasi. Selanjutnya, kondisi ekowisata yang ada di TNAL, Provinsi Maluku Utara yang belum melaksanakan proyek KPS dan sebagian wilayahnya dikategorikan sebagai daerah tertinggal, akan diselidiki dan dianalisis untuk peluang untuk penerapannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan empiris-analitis. Analisis deskriptif dan analisis pemangku kepentingan akan digunakan untuk data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan informan dan observasi lapangan di TNGMb dan TNAL. Data sekunder dari dokumen resmi, dokumen laporan perencanaan-evaluasi, peraturan pemerintah, literatur dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif melalui teks narasi, tabel, diagram dan gambar untuk mendapatkan temuan yang menonjol. Hasilnya menunjukkan bahwa PT. Kopeng Alam Semesta sebagai sektor swasta memiliki izin usaha untuk mengelola area seluas 37,10 hektar selama 55 tahun dari 2016 hingga 2071 dengan investasi US $ 944,881 dan perkiraan pengembalian investasi selama 8,6 tahun. Proyel ini bertipe Build-Operate-Transfer (BOT) dan self-support accounting dan seluruh biaya kegiatan proyek dibiayai oleh sektor swasta, menarik dana dari pengguna untuk pengembalian modal selama masa konsesi dan menyerahkan fasilitas ke pemerintah di akhir proyek. Proyek KPS ini dapat dibagi menjadi empat fase utama; yaitu awal, perencanaan, pelaksanaan, dan penutupan. Pada tahap pelaksanaan ada sembilan kegiatan proyek yaitu, pengaturan wilayah konsesi, perlindungan dan pemeliharaan wilayah konsesi, konstruksi dan pemeliharaan fasilitas ekowisata, manajemen pengunjung, manajemen lingkungan, pengembangan sumber daya manusia, pelibatan masyarakat, administrasi dan pemasaran. Ada empat pemangku kepentingan utama yang terlibat dalam proyek, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah daerah, masyarakat lokal dan sektor swasta. KLHK dan sektor swasta dikategorikan sebagai “pemain kunci” karena mereka memiliki kepentingan dan otoritas yang tinggi terhadap keberhasilan proyek yang harus secara aktif dikelola. Kendala penerapan KPS di TNGMb adalah kurangnya dukungan dari lembaga pemerintah yang berpengalaman, jalur birokrasi yang panjang untuk perizinan dan tidak adanya model manajemen pemangku kepentingan. Saat ini, TNAL telah menyiapkan perencanaan ekowisata yang memuat potensi ekowisata dan prioritas pembangunannya, termasuk deskripsi jenis fasilitas dan perkiraan biaya yang diperlukan. Meskipun, TNAL memiliki keterbatasan pada anggaran dan kapasitas sumber daya manusia, pelaksanaan KPS akan memiliki dasar hukum dalam bentuk kebijakan dan peraturan. Mempertimbangkan kondisi yang ada dan pengalaman dari taman nasional lainnya termasuk TNGMb yang memiliki beberapa kesamaan, akan ada peluang terbuka lebar untuk menerapkan KPS. Pelajaran yang dapat diambil untuk pertimbangan implementasi KPS di TNAL adalah pentingnya memelihara para pemangku kepentingan dengan baik KPS dan dibutuhkannya model manajemen pemangku kepentingan.