digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-COVER.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 1.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 2.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 3.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 4.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 5A.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 5B.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-BAB 6.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

2008 TS PP HERAJENG GUSTIAYU 1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur

Upaya revitalisasi pusat kota seringkali menjadi permasalahan apabila kawasan revitalisasi tersebut memiliki bangunan cagar budaya, khususnya pada negara berkembang seperti Indonesia. Pada umumnya, rencana revitalisasi kawasan pada negara berkembang malah mengancam keberadaan bangunan cagar budaya karena seringkali bangunan bersejarah tersebut dibongkar untuk diganti bangunan modern yang dianggap lebih menguntungkan. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat adanya dua kepentingan yang tidak selalu sejalan, yakni preservasi yang bertujuan untuk menghindari perubahan dan menjaga karakter lingkungan tersebut, dan adaptasi bangunan/kawasan yang bertujuan untuk mengakomodasi konsekuensi dari perubahan ekonomi. Selain kedua hal tadi, isu ini pun diperparah dengan kurangnya perangkat pengendalian yang memadai dalam hal perlindungan cagar budaya. Kawasan perdagangan Johar di Semarang sebagai objek revitalisasi kini terancam akan kehilangan salah satu cagar budaya di dalamnya, yakni Pasar Johar yang dirancang oleh Ir. Thomas Karsten, arsitek dan ahli tata kota berkebangsaan Belanda. Bangunan pasar bersejarah tersebut direncanakan untuk digantikan dengan pasar modern lima lantai yang dianggap lebih menguntungkan. Dalam kasus ini, maka strategi pariwisata diterapkan untuk meningkatkan ekonomi kawasan sehingga bangunan bersejarah tersebut tidak perlu dibongkar. Kawasan Pasar Johar dengan dua buah objek cagar budaya berskala internasional, yang berfungsi sebagai pasar tradisional, dan terletak pada kota yang masih kental unsur budayanya, merupakan kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata budaya. Lebih lanjut, pengembangan kawasan wisata ini memerlukan pendekatan perancangan place-making sebagai upaya menarik sejumlah besar manusia karena pendekatan perancangan ini menghasilkan ruang yang bersifat menyenangkan, menarik, dan berfungsi sebagai wadah interaksi sosial. Secara singkat, strategi place-making adalah prinsip mendasar yang dibutuhkan dalam setiap perancangan ruang publik karena menghasilkan ruang publik yang berkualitas baik dan bermanfaat bagi lingkungannya. Kajian tesis perancangan ini menyimpulkan bahwa salah satu strategi pengembangan terbaik dalam merevitalisasi kawasan kota bersejarah adalah dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai destinasi wisata dengan bangunan bersejarah sebagai objek wisata utamanya. Revitalisasi sebuah kawasan bersejarah dapat dilakukan dengan strategi pengembangan wisata budaya karena pariwisata merupakan salah satu industri gaya baru yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan. Sejalan dengan pengembangan Kawasan Pasar Johar menjadi kawasan wisata budaya dengan pendekatan perancangan place-making, maka kegiatan ekonomi akan terdorong dan menghidupkan kembali kawasan Pasar Johar, kualitas ruang publik kota akan meningkat, dan dengan sendirinya akan melindungi aset warisan budaya yang terdapat di dalamnya.