digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pengelolaan sampah adalah layanan dasar yang sangat penting dan seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh anggota masyarakat. Namun, pada kenyataannya, masih banyak wilayah yang tidak mendapatkan layanan tersebut. Adanya perbedaan target, kondisi wilayah, dan kondisi masyarakat menyebabkan diperlukannya pendekatan berbeda dalam merancang bentuk pengelolaan sampah sesuai dengan jenis wilayah pelayanan. Sistem pengelolaan sampah tersebut haruslah bisa diterima masyarakat sekaligus tidak membahayakan lingkungan. Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten terluas nomor dua di Provinsi Jawa Barat dengan karakter wilayah yang beragam berupa perkotaan, pinggiran kota, perdesaan, dan pesisir. Penelitian dilakukan di enam kedusunan yang berada di enam kecamatan yang tersebar di Kabupaten Cianjur. Dua berkarakter pinggiran kota berada di Dusun Sudi, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur dan Dusun Kaum, Desa Sindanglaka, Kecamatan Karangtengah, dua kedusunan berkarakter perdesaan di Dusun Cibodasgirang, Desa Campakamulya, Kecamatan Campakamulya dan Dusun Sirnagalih, Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, serta dua kedusunan berkarakter pesisir di Dusun Sindangbarang, Desa Saganten, Kecamatan Sindangbarang dan Dusun Kaum, Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kondisi eksisting wilayah penelitian dan keinginan masyarakat terkait pengelolaan sampah; mengetahui potensi-potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan infrastruktur di dalam maupun di sekitar wilayah penelitian yang dapat mendukung pengelolaan sampah; mengidentifikasi faktor-faktor yang memiliki korelasi dengan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah, serta; membandingkan preferensi masyarakat pinggiran kota, perdesaan, dan pesisir terhadap pengelolaan sampah. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan perbandingan. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari observasi, wawancara, pengukuran timbulan dan komposisi sampah, dan penyebaran kuesioner sedangkan data sekunder berasal dari instansi-instansi terkait. Kuesioner dianalisa menggunakan metode frequencies dan crosstabs. Dari penelitian diperoleh bahwa permasalahan yang paling umum ditemukan di keenam wilayah penelitian adalah pembakaran sampah dan pembuangan sampah ke badan air. Selain itu, di kawasan perdesaan dan pesisir, belum ada aparat desa yang ditunjuk untuk mengurusi pengelolaan sampah. Kawasan pinggiran kota memiliki sejumlah keuntungan karena jaraknya yang dekat dari pusat kabupaten dan TPA sehingga mempunyai akses lebih terhadap sosialisasi mengenai pengelolaan sampah dan bisa mengorganisir pengangkutan sampah ke TPA. Penduduk di kawasan perdesaan cukup banyak yang memiliki lahan sendiri yang bisa dimanfaatkan untuk pengoahan sampah rumah tangga (37,9% di Cibodasgirang dan 54,3% di Sirnagalih). Selain itu, sektor perdagangan sampah juga sudah menjangkau wilayah-wilayah yang diteliti. Responden di pinggiran kota lebih memilih mengeluarkan sejumlah uang untuk pengumpulan sampah oleh petugas (52,2%) sedangkan di perdesaan dan pesisir lebih memilih memilah sampah sendiri untuk kemudian mengolah sendiri sampah dapur dan menjual sampah yang masih bernilai jual (40,9% di perdesaan, 29,3% di pesisir). Bank sampah merupakan fasilitas yang paling banyak diinginkan oleh responden di pinggiran kota (42,6%) dan perdesaan (41,9%), sedangkan responden di pesisir paling banyak memilih TPS (41,3%). Mayoritas responden memilih pengelolaan seluruh sampah secara komunal dengan rincian 72,3% di pinggiran kota, 59,1% di perdesaan, dan 58,7% di pesisir. Persentase yang menginginkan pengelolaan seluruh sampah sendiri tertinggi di perdesaan (23,7%) dan terendah di pinggiran kota (6,4%). Pengomposan di lubang merupakan teknologi yang paling disukai di ketiga jenis wilayah penelitian, namun, di kawasan pesisir, tingkat penolakannya lebih tinggi dibandingkan drum composter. Preferensi kontribusi berupa iuran sampah paling tinggi ditemukan di kawasan pinggiran kota dan terendah di pesisir. Kontribusi berupa pemilahan dan pengomposan tertinggi di kawasan perdesaan dan terendah di pinggiran kota. Faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih bentuk pengelolaan sampah di antaranya tingkat pendidikan, penghasilan, dan kepemilikan lahan. Tingkat penolakan dan kesukaan responden terhadap suatu teknologi pengolahan sampah dipengaruhi oleh kepemilikan lahan, keikutsertaan dalam kelembagaan, dan tingkat pendidikan.