digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, pemegang izin pertambangan diwajibkan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri dalam rangka meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara. Hal tersebut membawa kemajuan bagi hilirisasi mineral di Indonesia. Dalam hal komoditas nikel, bijih nikel sudah dapat diolah di dalam negeri menjadi NiOH, nikel matte, feronikel, dan Nickel Pig Iron (NPI). Namun, hampir seluruh produk tersebut masih diekspor, sementara Indonesia mengimpor produk setengah jadi mengandung nikel, seperti stainless steel, baterai, paduan logam, dan bahan kimia mengandung nikel (nickel chemicals). Fakta ini bertentangan dengan tujuan peningkatan nilai tambah yang disebutkan dalam PP No. 23/2010, antara lain untuk menjamin ketersedian bahan baku di dalam negeri serta mengoptimalkan penerimaan negara. Mengacu pada hal tersebut, maka salah satu indikator keberhasilan peningkatan nilai tambah ialah penyerapan domestic yang tinggi. Rendahnya penyerapan produk smelter nikel di Indonesia akibat minimnya kapasitas industri berbasis nikel. Untuk lebih memahami fenomena ini, dibangun sebuah model dinamika sistem untuk menggambarkan kondisi rantai industri nikel di Indonesia. Model ini akan digunakan untuk analisis kebijakan. Model rantai industri nikel Indonesia terdiri dari subsistem produksi (pasokan) dan konsumsi (permintaan). Subsistem produksi terdiri dari segmen pertambangan, smelter, dan industri perantara (intermediary industry). Subsistem pasokan dipengaruhi oleh tingkat laba dan kebijakan pemerintah terkait ekspor mineral mentah, sedangkan subsistem permintaan terkait dengan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat. Dalam model dibentuk suatu struktur kebijakan terkait pengembangan industry perantara nikel. Seiring tumbuhnya industri ini, tingkat ekspor produk smelter da tingkat impor produk setengah jadi mengandung nikel menurun. Hal ini berdampak terhadap peningkatan perolehan nilai tambah. Pada akhir periode simulasi (tahun 2021), perkiraan net nilai tambah yang diperoleh dari rantai industri nikel ialah USD 2.528.948.840. Pengembangan industri perantara nikel tergantung dari laju penambahan kapasitas produksi industri tersebut. Laju penambahan kapasitas produksi tergantung dari tingkat investasi. Berdasarkan kajian literatur, tingkat investasi sendiri tergantung dari faktor-faktor penarik daya tarik investasi, antara lain terkait ketersediaan infrastruktur, ketersediaan dan produktivitas tenaga kerja, kepastian hukum, kondisi sosial-politik, dan kondisi ekonomi suatu negara. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak diuraikan lebih lanjut di dalam model.