digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

BAB 1 Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

BAB 2 Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

BAB 3 Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

BAB 4 Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

BAB 5 Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

BAB 6 Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

PUSTAKA Rully Ernando
PUBLIC Resti Andriani

Indonesia menjadi negara yang layak menjadi tujuan investasi pada sektor pertambangan. Salah satu mineral yang memiliki potensi besar di Indonesia dalam menunjang perekonomian dan menjadi daya tarik investasi ke depan ialah bijih bauksit. Dari total produksi penambangan, hanya sebesar 8,1 juta ton bijih bauksit yang diolah lebih lanjut oleh pabrik pengolahan alumina dalam negeri, sedangkan sisanya sebesar 20,7 juta ton diekspor dalam bentuk washed bauxite/metallurgical bauxite. Kondisi industri saat ini, Indonesia masih harus melakukan impor produk hasil olahan bijih bauksit, baik itu berupa CGA, SGA, aluminium, maupun produk industri-antara berbasis aluminium. Dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri diperlukan peningkatan nilai tambah mineral, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pada tahun 2023 pemerintah melarang melakukan ekspor bahan mentah atau bijih maupun washed bauxite sehingga perlu dilakukan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu, sehingga larangan ini pun mendorong perusahaan untuk melakukan program hilirisasi dengan membangun fasilitas peleburan dan pemurnian. Dengan ketersediaan cadangan bijih bauksit yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal, diperlukan kajian lebih lanjut karena pemanfaatan yang optimal akan berdampak besar dalam aspek ekonomi baik dalam pemenuhan kebutuhan alumina dan aluminium dalam negeri maupun pendapatan negara. Adapun pendekatan yang digunakan dalam mengkaji penelitian ini ialah dengan pendekatan Sistem Dinamik (SD). Pada penelitian ini, model sistem rantai industri aluminium pada penelitian ini ditinjau dari dua sisi yaitu pasokan dan permintaan. Sisi pasokan terdiri dari 4 subsistem yaitu subsistem pertambangan bauksit, pengolahan alumina, smelter dan refinery aluminium, serta industri-antara berbasis aluminium, kemudian sisi permintaan digambarkan pada subsistem konsumsi aluminium. Hasilnya perolehan nilai tambah terbesar ialah jika skenario III diterapkan, peningkatan nilai tambah sebesar 231% dari skenario BaU atau sebanyak USD 10.837.452.000. Selain itu, skenario III merupakan skenario paling optimal dikarenakan keseluruhan bauksit dapat diolah di dalam negeri, serta peningkatan kapasitas industri-antara yang akan berdampak pada peningkatan penyerapan domestik terhadap produk smelter & refinery yang merupakan bahan baku dalam memproduksi barang industri-antara.