Kota Bandung merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Barat, dan hingga tahun 2016 memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.490.622 jiwa (BPS, 2017). Dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa timbulan lumpur tinja yang ada di Kota Bandung akan sebanding dengan jumlah penduduknya yang tinggi. Akan tetapi pada kenyataannya, Bandung merupakan salah satu kota di Indonesia yang belum memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) secara funsional. Berdasarkan data dari divisi air limbah pada PDAM Kota Bandung pada akhir tahun 2017, terdapat sekitar 20,11% populasi yang terlayani oleh saluran pembuangan kota atau biasanya disebut dengan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T), sehingga, terdapat ±30% masyarakat yang masih menggunakan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S). Sampai saat ini, pembuangannya lumpur tinja di Kota Bandung terbagi menjadi tiga, yaitu dibuang langsung ke dalam saluran pembuangan kota (sewerage) karena lokasi IPAL Bojongsoang yang jauh dari pusat kota, dibuang langsung ke dalam badan air, maupun dibuang ke dalam IPAL Bojongsoang, dan ketiganya merupakan metode yang seharusnya tidak dilakukan karena dapat meningkatkan pencemaran di badan air, maupun meningkatkan konsentrasi air limbah yang harus diolah oleh IPAL Bojongsoang. Oleh karena itu sangat diperlukan keberadaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), serta perencanaan dan perancangan IPLT yang berfungsi untuk mengolah lumpur tinja yang dihasilkan oleh sistem pengolahan setempat berdasarkan identifikasi masalah yang ada, dengan menggunakan studi literatur, pengambilan data primer dan sekunder, pengujian kualitas lumpur pada laboratorium, dan dilakukan analisis serta pembahasan hasil untuk memperoleh desain perencanaan IPLT.
Perpustakaan Digital ITB