digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Logam nikel banyak digunakan sebagai unsur pemadu dalam pembuatan baja tahan karat dan baja-baja paduan. Indonesia sebagai salah satu pemilik cadangan bijih nikel laterit terbesar di dunia, sudah memproduksi feronikel, nikel matte dan NPI dari bijih nikel laterit. Bijih nikel laterit yang tidak dapat diolah akan diekspor ke luar negeri. Untuk meningkatkan nilai tambah barang tambang Indonesia, pemerintah mengeluarkan UU no.4 tahun 2009 dan Permen no.7 tahun 2012 yang mengatur tentang pengolahan dan peningkatan nilai tambah barang tambang. Batas kandungan minimal nikel dalam NPI agar dapat di ekspor adalah 6%. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah bijih laterit adalah blast furnace. Penelitian yang membahas studi teknis tentang produksi nikel pig iron (NPI) dari bijih nikel laterit telah dilakukan dan menghasilkan permodelan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas aspek ekonomis menggunakan data hasil permodelan. Penelitian ini akan membahas tentang biaya investasi, pendapatan, biaya operasi dan analisis ekonomi yang berkaitan dengan produksi nikel pig iron pada blast furnace. Biaya investasi akan diestimasi dari data peralatan dari supplier dengan menggunakan metode faktor. Pendapatan dihitung dari produksi NPI per tahun yang dapat dihasilkan. Biaya operasi akan dihitung dari kebutuhan bahan baku dan utilitas dari produksi NPI per tahun dan kebutuhan lainnya. Analisis ekonomi akan membahas NPV, IRR, PP, BEP, dan PI serta analisis sensitivitas pada produksi NPI. Penelitian ini akan menggunakan variasi campuran bijih limonit dan saprolit sebagai bahan baku produksi NPI. Dari hasil penghitungan, biaya investasi untuk mendirikan blast furnace beserta pabrik pendukung adalah 118 juta dolar. Biaya operasi per tahun yang dibutuhkan adalah sekitar 180-184,3 juta dolar. Produksi NPI dari campuran 50% limonit - 50% saprolit memiliki tingkat keekonomian yang paling tinggi dilihat dari nilai NPV sebesar $ 44 juta, IRR sebesar 14,9%, waktu BEP selama 6,3 tahun, waktu PP selama 10,10 tahun, dan nilai PI sebesar 1,38. Dari analisa sensitivitas didapatkan bahwa harga NPI memiliki pengaruh yang paling besar terhadap tingkat keekonomisan produksi.