digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800








2015 TS PP WIRASTI SARASATI 1-PUSTAKA.pdf
File tidak tersedia

Fenomena bencana alam merupakan suatu hal yang tidak dapat dicegah, masyarakat dituntut dapat hidup berdampingan dengan bencana. Hadirnya bencana memang tidak dapat dicegah, akan tetapi jatuhnya korban dapat diminimalisir apabila penduduk memiliki kesiapan psikologis dini terhadap bencana. Salah satu cara untuk meminimalisir dampak bencana adalah dengan menggunakan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat untuk memahami tanda sebelum bencana ada. Kearifan lokal adalah cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam akan lingkungan setempat dan terbentuk di tempat tersebut secara turun menurun. Pengetahuan semacam ini mempunyai beberapa karakteristik penting yang membedakannya dari jenis- jenis pengetahuan yang lain. Kearifan lokal menurut Galla terbagi kedalam dua kategori yaitu tangible dan intangible, (berwujud dan tidak berwujud), klasifikasi kearifan lokal ini yang menjadi acuan dalam melihat kearifan lokal yang terdapat di Kampung Adat Cikondang. Strategi Kearifan lokal menurut Rajib Shaw meliputi tiga hal, yaitu praktek dan strategi kearifan lokal dapat membantu mitigasi, penggabungan strategi dan praktek kearifan lokal dapat mendorong partisipasi masyarakat, dan kearifna lokal dapat memberikan informasi tentang konteks lokal. Kearofam lokal disebarluaskan secara non-formal, dimiliki secara kolektif oleh masyarakat bersangkutan, dikembangkan selama beberapa generasi dan mudah diadaptasi, serta tertanam di dalam cara hidup masyarakat sebagai sarana untuk bertahan hidup dan dari bencana alam gempa bumi khususnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat praktik kearifan lokal di Kampung Adat Cikondang. Adanya strategi dan praktek kearifan lokal di Kampung Adat Cikondang maka diharapkan dapat terlihat kearifan lokal sebagai salah satu cara untuk pengurangan resiko bencana. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada 10 orang dinas terkait di Kabupaten Bandung dan Kecamatan Pangalengan, serta 17 masyarakat dengan menggunakan metode wawancara mendalam semi terstruktur sehingga didapatkan komentar, penjelasan dan spontanitas dari responden. Sebagian besar responden di lokasi studi memahami tentang kebudayaan yang ada di daerahnya. Namun mereka belum mengerti tentang kearifan lokal secara bahasa, dan mereka juga belum memahami tentang bagaimana kearifan lokal dapat mengurangi dampak resiko bencana di wilayahnya. Pemerintah juga belum banyak membantu masyarakat dalam lingkup pedesaan sehingga pendidikan tentang kebencanaan masih kurang di Kampung Adat Cikondang. Hal yang mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan tentang pendidikan kebencanaan agar pengurangan resiko bencana dapat berjalan dengan maksimal.