Sagan merupakan perumahan kolonial yang didirikan paling akhir di Yogyakarta pada sekitar tahun 1930-an. Perumahan ini didirikan di sebelah Utara pemukiman kolonial Kotabaru sebagai kawasan rumah tinggal amtenaar (pegawai pemerintahan) Belanda yang bekerja di kantor gubernur (residen wooningen). Sagan memiliki nilai historis yang tinggi bagi Bangsa Indonesia karena pada masa Republik Indonesia Serikat perumahan ini menjadi kawasan rumah dinas menteri dan pejabat tinggi negara. Sayangnya kini rumah-rumah tinggal kolonial di perumahan kolonial Sagan telah banyak mengalami perubahan, bahkan beberapa diantaranya mulai digantikan oleh bangunan baru. Tujuan sekaligus batasan dari penelitian ini adalah mengkaji tata ruang sebagai bagian dari keseluruhan aspek arsitektur yang ada pada perumahan kolonial di Sagan. Pembatasan tersebut didasari pada pemikiran bahwa tata ruang merupakan gagasan desain yang paling utama karena ruang merupakan bagian bangunan yang didesain paling awal. Dengan begitu maka penelitian ini diharapkan dapat mendukung pelestarian bangunan rumah tinggal kolonial di Kawasan Sagan. Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretative historical research dimana peneliti menggunakan interpretasinya untuk merekonstruksi desain awal ruang-ruang pada bangunan rumah tinggal kolonial di Kawasan Sagan serta tata ruangnya. Adapun yang dimaksud dengan ruang pada penelitian ini adalah ruang luar dan dalam bangunan yang dibatasi oleh tembok pembatas lahan, sedangkan analisis dibatasi pada bentuk dan susunan ruang. Dengan begitu maka ruang dalam lingkup yang lebih besar di luar batas lahan bangunan tidak dibahas pada penelitian ini. Sedangkan objek yang digunakan pada penelitian ini adalah rumah-rumah tinggal yang didirikan pada tahun 1930-an, bangunan baru yang didirikan menggantikan bangunan rumah tinggal kolonial yang asli tidak digunakan sebagai objek penelitian karena memiliki bentuk dan susunan ruang yang sama sekali berbeda. Sebelum mengumpulkan data empiris, peneliti mengumpulkan data sejarah perkembangan kawasan pemukiman kolonial di Yogyakarta serta gaya hidup masyarakat kolonial di sekitar tahun 1930-an dari berbagai penelitian dan literatur terkait sebagai landasan pengumpulan dan analisis data. Selanjutnya dengan menggunakan metode survei lapangan peneliti mengumpulkan data empiris bangunan berupa denah, tampak, potongan dan foto-foto bangunan. Setelah data empiris dikumpulkan, peneliti bersama dengan pemilik bangunan merekonstruksi denah awal bangunan melalui metode wawancara. Denah-denah hasil rekonstruksi selanjutnya diperbandingkan sebagai metode menganalisa tata ruang pada bangunan rumah tinggal di perumahan kolonial Sagan. Pada penelitian ini peneliti menemukan bahwa prinsip tata ruang pada bangunan rumah tinggal di perumahan kolonial Sagan tidak berbeda dengan tata ruang bangunan rumah tinggal kolonial pada umumnya. Hal itu terlihat dari pemisahan pemilik dengan pembantu rumah tangga yang diwujudkan dengan pembagian bangunan rumah tinggal menjadi bangunan inti (hoofdgebouw), bangunan servis (bijgebouw) dan selasar yang menghubungkan keduanya, adanya beranda depan, sirkulasi ruang dalam pada bangunan inti yang terletak di tengah, serta terdapat innercourt di belakang bangunan. Selain itu letak, luas, dan lebar lahan merupakan elemen ruang yang paling signifikan untuk membedakan tipe-tipe bangunan rumah tinggal di perumahan kolonial Sagan.