Peningkatan produksi peternakan yang didorong untuk memenuhi permintaan
dalam maupun luar negeri di sisi lain dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan berupa limbah. Limbah ternak dapat berupa sisa buangan dari kegiatan
usaha pemeliharaan ternak, rumah potong ternak, dan pengolahan produk ternak.
Salah satu metode pengolahan limbah ternak ini adalah dengan pengomposan.
Proses pengomposan yaitu proses yang merubah material organik menjadi
material yang lebih stabil yang mengandung humus melalui tahap termofilik.
Proses pengomposan memiliki 4 fase utama yaitu fase mesofilik awal, fase
termofilik, fase mesofilik akhir dan fase pendinginan atau pematangan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dinamika aktivitas enzim α-amilase, selulase,
xilanase serta lipase dan identifikasi bakteri potensial penghasil amilase, selulase,
xilanase dan lipase selama proses pengomposan manur sapi. Berdasarkan
perbedaan morfologi bakteri pada tiap fasa didapatkan 11 koloni tunggal pada
fasa 1, 6 koloni tunggal pada fasa 2, 7 koloni tunggal pada fasa 3, 5 koloni tunggal
pada fasa 4, 5 koloni tunggal pada fasa 5.
Berdasaksan hasil skrining pada fasa 1, semua enzim yaitu amilase, selulase,
xilanase dan lipase menunjukan aktivitas yang cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa
pada fasa 1, komunitas bakteri yang beperan secara dominan dalam degradasi
bahan organik adalah bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tersebut. Pada fasa
2, bakteri yang menghasilkan amilase dan selulase menunjukkan aktivitas yang
tinggi namun bakteri yang menghasilkan xilanase menunjukkan penurunan
aktivitas pada fasa ini. Sedangkan bakteri yang menghasilkan lipase menunjukkan
kenaikan aktivitasnya pada fasa 2 ini.Pada fasa 3 terlihat bahwa bakteri yang
dominan adalah bakteri yang menghasilkan lipase. Ini disebabkan karena hanya
bakteri yang mampu hidup dan memiliki kondisi optimum pada temperatur tinggi
yang aktif pada fasa ini. Hal ini terlihat juga dari hasil isolasi mikroba (Tabel
IV.1) yang sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan jumlah mikroba pada
fasa lainnya. Pada fasa 4, hanya bakteri yang menghasilkan amilase, selulase dan
lipase yang tumbuh di fasa ini. Sedangkan bakteri yang menghasilkan xilanase
tidak dapat tumbuh dalam fasa ini.
Pada fasa 5, bakteri yang menghasilkan amilase, selulase, xilanase dan lipase
kembali muncul. Perubahan fasa dalam proses pengomposan dapat didasarkan
pada perubahan komposisi mikroorganisme pada tiap fasanya. Pada tiap fasa
pengomposan, aktivitas enzim yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung pada
komunitas bakteri yang dominan pada fasa tersebut. Proses pengomposan manur
sapi ini menunjukkan dinamika enzim yang berbeda-beda pada tiap fasanya. Ini
menunjukkan bahwa bakteri tertentu dapat beradaptasi dengan kondisi kompos
pada fasa yang satu, sedangkan pada fasa lainnya tidak.
Dari hasil skrining dipilih 5 koloni bakteri potensial yang mewakili masingmasing
fasa untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut. Identifikasi bakteri ini
dilakukan untuk mengetahui spesies bakteri dilihat dari urutan gen 16Snya.
Koloni tersebut adalah bakteri F1C pada fase 1, bakteri F2C pada fase 2, bakteri
F3A pada fase 3, bakteri F4C pada fase 4 dan bakteri F5A pada fase 5. Kelima
bakteri potensial tersebut memiliki ukuran sebesar 20.000 pb. DNA kromosom
hasil isolasi ini selanjutnya digunakan sebagai templat dalam proses PCR untuk
mendapatkan gen secara utuh. Hasil PCR menunjukkan bahwa proses amplifikasi
telah berhasil dilakukan untuk empat sampel, yang ditunjukkan diperolehnya
ukuran fragmen DNA yang berukuran 1500 pb. Setelah diamplifikasi lalu
dilakukan sequensing. Berdasarkan urutan homologi dengan analisis BLAST dan
analisis filogenetik dengan menggunakan program MEGA 5 diketahui bahwa
bakteri F2C memiliki kemiripan 91% dengan Bacillus vedderi. Bakteri F3A
memiliki kemiripan 93% dengan Ureibacillus thermosphaericus. Bakteri F4C
memiliki kemiripan 94% dengan Paenibacillus naphthalenovorans. Sedangkan
bakteri F5A memiliki kemiripan 98%dengan Viridibacillus arenosi.
Perpustakaan Digital ITB