digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Peningkatan produksi peternakan yang didorong untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri di sisi lain dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan berupa limbah. Limbah ternak dapat berupa sisa buangan dari kegiatan usaha pemeliharaan ternak, rumah potong ternak, dan pengolahan produk ternak. Salah satu metode pengolahan limbah ternak ini adalah dengan pengomposan. Proses pengomposan yaitu proses yang merubah material organik menjadi material yang lebih stabil yang mengandung humus melalui tahap termofilik. Proses pengomposan memiliki 4 fase utama yaitu fase mesofilik awal, fase termofilik, fase mesofilik akhir dan fase pendinginan atau pematangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika aktivitas enzim α-amilase, selulase, xilanase serta lipase dan identifikasi bakteri potensial penghasil amilase, selulase, xilanase dan lipase selama proses pengomposan manur sapi. Berdasarkan perbedaan morfologi bakteri pada tiap fasa didapatkan 11 koloni tunggal pada fasa 1, 6 koloni tunggal pada fasa 2, 7 koloni tunggal pada fasa 3, 5 koloni tunggal pada fasa 4, 5 koloni tunggal pada fasa 5. Berdasaksan hasil skrining pada fasa 1, semua enzim yaitu amilase, selulase, xilanase dan lipase menunjukan aktivitas yang cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa pada fasa 1, komunitas bakteri yang beperan secara dominan dalam degradasi bahan organik adalah bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tersebut. Pada fasa 2, bakteri yang menghasilkan amilase dan selulase menunjukkan aktivitas yang tinggi namun bakteri yang menghasilkan xilanase menunjukkan penurunan aktivitas pada fasa ini. Sedangkan bakteri yang menghasilkan lipase menunjukkan kenaikan aktivitasnya pada fasa 2 ini.Pada fasa 3 terlihat bahwa bakteri yang dominan adalah bakteri yang menghasilkan lipase. Ini disebabkan karena hanya bakteri yang mampu hidup dan memiliki kondisi optimum pada temperatur tinggi yang aktif pada fasa ini. Hal ini terlihat juga dari hasil isolasi mikroba (Tabel IV.1) yang sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan jumlah mikroba pada fasa lainnya. Pada fasa 4, hanya bakteri yang menghasilkan amilase, selulase dan lipase yang tumbuh di fasa ini. Sedangkan bakteri yang menghasilkan xilanase tidak dapat tumbuh dalam fasa ini. Pada fasa 5, bakteri yang menghasilkan amilase, selulase, xilanase dan lipase kembali muncul. Perubahan fasa dalam proses pengomposan dapat didasarkan pada perubahan komposisi mikroorganisme pada tiap fasanya. Pada tiap fasa pengomposan, aktivitas enzim yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung pada komunitas bakteri yang dominan pada fasa tersebut. Proses pengomposan manur sapi ini menunjukkan dinamika enzim yang berbeda-beda pada tiap fasanya. Ini menunjukkan bahwa bakteri tertentu dapat beradaptasi dengan kondisi kompos pada fasa yang satu, sedangkan pada fasa lainnya tidak. Dari hasil skrining dipilih 5 koloni bakteri potensial yang mewakili masingmasing fasa untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut. Identifikasi bakteri ini dilakukan untuk mengetahui spesies bakteri dilihat dari urutan gen 16Snya. Koloni tersebut adalah bakteri F1C pada fase 1, bakteri F2C pada fase 2, bakteri F3A pada fase 3, bakteri F4C pada fase 4 dan bakteri F5A pada fase 5. Kelima bakteri potensial tersebut memiliki ukuran sebesar 20.000 pb. DNA kromosom hasil isolasi ini selanjutnya digunakan sebagai templat dalam proses PCR untuk mendapatkan gen secara utuh. Hasil PCR menunjukkan bahwa proses amplifikasi telah berhasil dilakukan untuk empat sampel, yang ditunjukkan diperolehnya ukuran fragmen DNA yang berukuran 1500 pb. Setelah diamplifikasi lalu dilakukan sequensing. Berdasarkan urutan homologi dengan analisis BLAST dan analisis filogenetik dengan menggunakan program MEGA 5 diketahui bahwa bakteri F2C memiliki kemiripan 91% dengan Bacillus vedderi. Bakteri F3A memiliki kemiripan 93% dengan Ureibacillus thermosphaericus. Bakteri F4C memiliki kemiripan 94% dengan Paenibacillus naphthalenovorans. Sedangkan bakteri F5A memiliki kemiripan 98%dengan Viridibacillus arenosi.